A. Konsepsi
Dasar Aqidah Akhlak
1. Pengertian
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs/MA
Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu
عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah
menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan
diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak
dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi
yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati
membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang
menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa
aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang
muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap
muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan
kata jamak dari benntuk tunggal khuluk,
yang pengertian umumnya adalah perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun
tercela. Kata akhlak jika diuraikan secara bahasa berasal dari rangkaian
huruf-huruf kha-la-qa, jika
digabungkan (khalaqa) berarti
menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata Al-Khalik yaitu Allah Swt dan kata
makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Hal ini berarti akhlak
merupakan sebuah perilaku yang muatannya menghubungkan antara hamba dengan
Allah Swt.[1]
Pembelajaran
Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan
merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan
dan pembiasaan.
2. Fungsi
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs/MA
Mengenai fungsi
pembelajaran Aqidah Akhlak, di dalam Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kurikulum 2004, telah dijelaskan:
a.
Penanaman nilai ajaran Islam sebagai
pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b.
Pengembangan keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah
ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.
c.
Penyesuaian mental peserta didik
terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Aqidah Akhlak.
d.
Perbaikan kesalahan-kesalahan,
kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama
Islam dalam kehidupan sehari-hari.
e.
Pencegahan peserta didik dari hal-hal
negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya
sehari-hari.
f.
Pengajaran tentang informasi dan
pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya.
g.
Penyaluran peserta didik untuk mendalami
Aqidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3. Tujuan
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs/MA
Tujuan pendidikan
akhlak yang dirumuskan Ibn Maskawaih adalah terwujudnya dikap batin yang mampu
mendorong secara spontan untuk melahirkan p[erbuatan bernilai baik sehingga
tercapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.
Pembelajaran Aqidah
Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang
diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang
aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang
dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
4. Ruang
Lingkup Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs/MA
Ibn Maskawaih menyebut
ada tiga hal pokok yang dapat dipahami sebagai materi sebagai materi pendidikan
akhlak, yaitu:
a.
Hal-hal
yang wajib bagi kebutuhan tubuh.
b.
Hal-hal
yang wajib bagi
jiwa.
c.
Hal-hal
yang wajib sebagai
hubungannya dengan sesama manusia.
Sedangkan ruang lingkup
Kurikulum Pendidikan Aqidah Akhlak di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah adalah sebagai
berikut:
a.
Aspek aqidah terdiri atas keimanan
kepada sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah, keimanan kepada kitab Allah, Rasul
Allah, sifat-sifat dan mukjizatnya dan hari akhir.
b.
Aspek Akhlak terpuji yang terdiri dari
atas khauf, taubat, tawadlu’, ikhlas, bertauhid, inovatif, kreatif, percaya
diri, tekad yang kuat, ta’aruf, ta’awun, tafahum, tasamuh, jujur, adil, amanah,
menepati janji dan bermusyawarah.
c.
Aspek akhlak tercela meliputi kufur,
syirik, munafik, namimah dan ghibah.
B. Aqidah
Islam
1. Konsep
Dasar Aqidah Islam
a. Pengertian
Aqidah Islam
Akidah islam
adalah dasar-dasar pokok kepercayaan, keyakinan hati, dan keimanan seorang
muslim yang bersumber dari ajaran islam yang wajib dipegang oleh setiap muslim
sebagai kkeyakinan yang kuat.
Alquran menjelaskan tentang akidah
islam antara lain sebagai berikut:
-
Orang beriman taat kepada Allah dan Rasul (Q.S. An
Nissa: 59).
-
Orang beriman masuk islam dengan
kaffah/keseluruhan/sempurna (Q.S. AlBaqarah: 208).
-
Orang beriman hendaknya mencontoh yang diimani
Rasul-Nya (tentang rukun iman) (Q.S. Al Baqarah: 285).
-
Hakikat kenaikan
adalah memenuhi rukun iman (Q.S.
Al Baqarah: 177)
b. Dasar
Aqidah Islam
Dasar-dasar akidah islam ialah Alquran
dan sunah Rasul sebagai sumber pokok, sebeb Alquran dan sunah Rasul itu yan
memberitahukan kepada umat manusia tentang pokok-pokok keimanan yang harus
diimani dan dipercayai. Alquran menjelaskan bahwa mentaati Rasul berarrti juga
mentaati Allah dalam
Q.S. An
Nisaa: 80, yaitu:
`¨B ÆìÏÜã tAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøn=tæ $ZàÏÿym ÇÑÉÈ
“Barangsiapa yang mentaati Rasul
itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi merek.”[2]
c. Tujuan
Aqidah Islam
Tujuan akidah islam adalah untuk
membimbing dan mengarahkan manusia ke jalan yang lurus serta dapat memiliki
landasan hidup yang benar sehingga takwanya selalu terbina.[3]
Tujuan akidah islam adalah sebagai berikut:
-
Meningkatkan keimanan dan kepercayaan atas kebenaran
ajaran islam sehingga tidak ada keraguan-keraguan dalam hati (Q.S. Al
Baqarah: 2-5).
-
Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang ada
sejak lahir (Q.S. Az Zukhruf: 64).
-
Memperbaiki pedoman hidup yang pasti ada pegangan yan
kuat agar dapat membedakan yang mana yang baik dan yang mana yang buruk (Q.S.
Al Baqarah: 185).
-
Menghindarkan diri dari kehidupan yang sessat (Q.S.
Ali Imran: 31).
-
Menjaga diri dari kemusyrikan.
-
Memupuk ketebalan iman dengan mencintai
Allah dan Rasul-Nya.
2. Kedudukan
Manusia Menurut Pandangan Islam
Allah menciptakan manusia dalam struktur yang paling baik
diantara makhluk yang lain. Struktur manusia terdiri dari “jasad dan ruhaniah
atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.”[4]
Dalam struktur jasad dan ruhiyat itu Allah memberikan
seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang yang dalam
psikologis disebut potensial atau disposisi, yang menurut aliran psikologis behaviorisme
disebut prepoten reflexesi (kemampuan dasar yang secara otomatis
dapat berkembang).
Allah SWT memulai ciptaan dengan kekuasaan-Nya
sebaik-baiknya dan membuatnya berdasarkan kehendak-Nya. Kemudian Allah SWT
menjalankannya pada jalan iradah-Nya, artinya Allah SWT menjalankan dan
menempatkannya dijalan untuk mereka lalui serta menurunkan ke dunia untuk
menempuh mahabah-Nya baik secara sadar atau tidak mereka menempuh mahabah Allah
SWT.
3. Rukun
Iman
a. Iman kepada Allah Swt.
Rukun Iman yang pertama ialah iman
kepada Allah Swt iman kepada Allah Swt adalah yang paling pokok dan mendasari
seluruh ajaran islam, dan ia harus diyakinkan dengan ilmu yang pasti seperti
ilmu yang terdapat dalam kalimat syahadat laaa
ilaaha ilallaah ialah
yang menjadi awal, inti dan akhir dari seluruh seruan islam sebagaimana wasiat
Rasulullah Saw.
b. Iman kepada Malaikat
Iman kepada Malaikat adalah masalah
akidah yang kedua sesudah iaman kepada Allah Swt Pengetahuan kita tentang
Malaikat hanya semata-mata berdasarkan Alquran dan keterangan-keterangan Nabi.
Kita wajib beriman kepada para Malaikat oleh karena Alquran dan Nabi
memerintahkannya, sebagaimana wajibnya beriman kepada Allah dan para Nabinya.
c. Iman kepada Para Rasul.
Iman kepada Rasul berarti mempercayai
bahwa Allah telah memilih diantara manusia sebagaimana hamba-hamba Allah dengan
wahyu yang diterimanya dari Allah Swt untuk memimpin manusia kejalan yang lurus
dan untuk keselamatan dunia dan akhirat.
d. Iman kepada Kitab-kitab
Iman kepada Kitab-kitab menyatakan
bahwa kitab yang telah diturunkan kepada rasul yang wajib disebarkan untuk
ajaran para manusia sebagai pedoman hidup. Maka itulah kita wajib beriman
kepada kitab-kitab.
e. Iman Kepada Hari Akhirat
Iman kepada hari akhirat adalah
masalah yang paling berat segala macam akidah dan kepercayaan manusia. Sebab
iman kepada akhirat akan membawa manusia kepada keyakinan adanya suatu hidup
lagi di alam lain sesudah duniawi, adanya hidup kembali manusia sesudah
matinya.
f. Iman Kepada Qadha dan Qadar.
Iman kepada Qadha adalah peraturan
yang telah diterapkan oleh Allah Swt
tetapi masih bias kita rubah. Sedangkan Iman kepada Qadar adalah peraturan yang
telah diterapkan oleh Allah Swt
tetapi tidak bias kita rubah.
4. Ilmu
Pengetahuan Menurut Pandangan Islam
Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa
Arab, yaitu ‘alima yang terdiri dari
huruf ‘ayn, lam, dan mim. Alquran sering menggunakan kata ini
dalam beberapa sighat.[5]
Secara harfiah, ilmu dapat diartikan kepada tahu atau
mengetahui. Secara isltilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau
memahami hukum yang berlaku atas sesuatu itu. Saliba mendefenisikan ilmu dengan
“memahami secara mutlak, baik tasawwur
maupun tasdiq dan baik yakin maupun
tidak.” Menurut Ikhwan al-Safa’, seperti yang dikutip Jihami, ilmu adalah tasawwur hakikat sesuatu dan asalnya.
Dalam pandangan Alquran, ilmu itu dapat membentuk
sikap atau sifat-sifat manusia. Atau dengan kata lain, sikap atau karakter
seseorang merupakan gambaran pengetahuan yang dimilikinya.
Dengan demikian,
harus disadari bersama bahwa ilmu agama dan ilmu pengetahuan itu harus
berimbang keadaanya. Tapi, pada kenyataanya umat Islam banyak yang lemah dalam
ilmu pengetahuan umum. Menurut para peneliti ahli ilmu Alquran, tidak kurang
dari 60% dari ayat-ayat Alquran membicarakan tentang alam semesta (ilmu
pengetahuan) dan hanya 40% dari ayat Alquran membicarakan tentang hukum,
ibadah, tarikh, dan muamalah. Hal ini menunjukkan bahwa kita sebenarnya bisa
jauh lebih unggul dalam ilmu pengetahuan umum dari orang-orang Nasrani, karena
sejak diturunkannya Alquran, Allah sudah mengajari umat Islam tentang ilmu
pengetahuan.
Salah satu
gagasan yang paling canggih, komprehensif, dan mendalam yang dapat ditemukan di
dalam Alquran adalah konsep ilmu pengetahuan. Sesungguhnya, tingkat
kepentingannya hanya berada di bawah konsep tauhid, yang merupakan tema sentral
dan mendasar dari Alquran pentingya konsep ini terungkap dalam kenyataan bahwa
Alquran menyebut akar kata “ilmu” dan kata turunannya tidak kurang dari 744 kali.[6]
Konsep ilmu
membedakan pandangan dunia islam dari cara pandang dan ideologi lainnya. Tak
ada pandangan dunia lain yang membuat pencarian ilmu sebagai kewajiban
individual dan sosial serta membedakan arti moral dan religius. Karenanya ilmu
sebagai tonggak kebudayaan dan peradaban muslim, konsep ilmu secara mendalam
meresap kedalam lapisan masyarakat dan mengungkap dirinya dalam upaya
intelektual.
Sejak awal,
Islam mengisyaratkan bahwa menuntut Ilmu kewajiban agama artinya menuntut ilmu
pengetahuan memang benar-benar diwajibkan bagi umat islam. Menjadi seorang
muslim berarti terlibat aktif dalam pelahiran, pemrosesan dan penyebaran ilmu.
Islam juga
menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama
maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci.
Ilmu merupakan barang yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu
bagaikan lampu atau cahaya. Bahwa tidak dapat seseorang berjalan di malam yang
gelap, kecuali dengan lampu. Demikian pula halnya, tidak dapat seseorang
membedakan yang baik dengan yang buruk, kecuali dengan ilmu.
C. Bagian-bagian
Akhlak
1.
Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah adalah “akhlak terpuji atau akhlak yang
mulia di sisi Allah dan di sisi manusia.”[7]
Diantara akhlak mahmudah adalah
a.
Mahabbah
Yang dimaksud dengan mahabbah disini adalah kecintaan kepada Allah dengan sepenuh hati dan diwujudkan dalam ketaatan yang tulus terhadap agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kecintaan kepada Allah adalah dasar dalam segala amal ibadah dan peri kehidupan setiap muslim. Mahabbah adalah buah daripada iman kepada Allah SWT dan mahabbah haruslah di pupuk dengan menjalankan ibadah yang ikhlas khusus dan tadharu kepada Allah SWT.
Yang dimaksud dengan mahabbah disini adalah kecintaan kepada Allah dengan sepenuh hati dan diwujudkan dalam ketaatan yang tulus terhadap agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kecintaan kepada Allah adalah dasar dalam segala amal ibadah dan peri kehidupan setiap muslim. Mahabbah adalah buah daripada iman kepada Allah SWT dan mahabbah haruslah di pupuk dengan menjalankan ibadah yang ikhlas khusus dan tadharu kepada Allah SWT.
b.
Roja
Roja adalah Rasa dan sikap yang penuh keyakinan bahwa Allah adalah tempat segala harap. Sikap Roja (hidup yang optimis dan penuh harap) sangat penting bagi manusia sebab kehidupan di dunia ini penuh cobaan dan sikap roja harus dimanifestasikan dalam kehidupan yang penuh optimis dan sikap roja harus diwujudkan dalam ikhtiar dan doa karena segala amal manusia tidak akan sia-sia di hadapan Allah.
Roja adalah Rasa dan sikap yang penuh keyakinan bahwa Allah adalah tempat segala harap. Sikap Roja (hidup yang optimis dan penuh harap) sangat penting bagi manusia sebab kehidupan di dunia ini penuh cobaan dan sikap roja harus dimanifestasikan dalam kehidupan yang penuh optimis dan sikap roja harus diwujudkan dalam ikhtiar dan doa karena segala amal manusia tidak akan sia-sia di hadapan Allah.
c.
Syukur
Syukur adalah menyatakan terima kasih atas segala nikmat Allah yang diterimanya dalam bentuk ucapan dan tindakan. Dengan berjalan bersyukur kita akan terhindar dari kufur yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan ini.
Syukur adalah menyatakan terima kasih atas segala nikmat Allah yang diterimanya dalam bentuk ucapan dan tindakan. Dengan berjalan bersyukur kita akan terhindar dari kufur yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan ini.
d.
Tawakal
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
e.
Ridho
Ridho ialah menerima dengan rasa senang apa yang diberikan Allah baik berupa aturan hukum maupun qodho dan ketentuan nasib.
Kedudukan ridho adalah merupakan sikap lanjut dari mahabbah dan hendaknya manusia tidak keberatan dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
Ridho ialah menerima dengan rasa senang apa yang diberikan Allah baik berupa aturan hukum maupun qodho dan ketentuan nasib.
Kedudukan ridho adalah merupakan sikap lanjut dari mahabbah dan hendaknya manusia tidak keberatan dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
f.
Taubat
Taubat adalah membetulkan sikap yang salah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat kembali kepada-Nya dengan memperbaharui niat untuk melakukan amal kebaikan.
Taubat adalah membetulkan sikap yang salah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat kembali kepada-Nya dengan memperbaharui niat untuk melakukan amal kebaikan.
g.
Taqwa
Taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya baik secara sembunyi maupun terang-terangan
Taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya baik secara sembunyi maupun terang-terangan
2. Akhlak
Madzmumah
Akhlak
madzmumah dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang tidak baik, yang tidak
seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang
dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan,
tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari
baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang
berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai
sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia. Dan
daripadanya akan memberikan dampak negatif terhadap dirinya sendiri maupun
orang lain yang berada disekitarnya.
Pendapat lain juga menyebutkan
bahwasanya yang disebut dengan akhlak madzmumah ialah “semua sifat,
perkataan ataupun perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
sehingga dianggap buruk atau tercela dan bernilai negatif.”[8]
Meskipun demikian menurut AL-Ghazali
asal mula yang menjadi biang dari adanya akhlak madzmumah tersebut yakni
kelobaan, ekses nafsu seksual, nafsu untuk berkata berlebihan, amarah hebat,
rasa iri, rasa dendam, cinta dunia, cinta harta, kebakhilan, kemegahan,
kesombongan, kecongkakan, dan penipuan terhadap diri sendiri, dan untuk
membuang biang-biang dari sifat tersebut dapat dilakukan dengan jalan riyadhah
dan membiasaan menahan diri atau mujahadah.[9]
a.
Akhlak Tercela Terhadap Allah
Adapun
diantara sikap dan perilaku manusia yang termasuk bentuk dari akhlak tercela
terhadap Allah Swt., yaitu:
-
Ria
Sifat ria berhubungan erat dengan sifat sum’ah yang
mana menurut Imam Ghazali
ria berasal dari kata ru’ya yang berarti memperlihatkan, atau secara
jelasnya dapat difahami dengan “ingin dilihat orang-orang supaya mendapat
kedudukan atau pujian” sedangkan sum’ah berasal dari kata sama’
yang berarti mendengar, memperdengarkan, atau juga menceritakan (amal
kebaikan).[10]
-
Nifak
Nifak dari segi bahasa memiliki arti berpura-pura pada
agamanya. Sedangkan dari segi istilah yaitu orang yang menyembunyikan
kekafirannya namun menyatakan keimanannya. Menurut Imam
Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin
menjelaskan bahwa kata munafik adalah diambil dari kata Nafiqa’ul yarbu (liang
binatang seperti tikus, kakinya lebih panjang dari tangannya, ekor dan
telinganya lebih panjang kalau dibandingkan dengan tikus). Disebutkan bahwa
yarbu memiliki dua buah liang, sebuah disebut nafiqa’ dan sebuah lagi disebut
qasia’. Dia bisa menampakkan dirinya pada liang yang satu dan keluar lagi dari
liang yang lain. Oleh karena itulah orang yang berbuat demikian disebut
munafik, sebab dia menampakkan dirinya bahwa dia seorang yang Islam, tetapi dia
keluar dari Islam itu kea rah kafir. Kemunafikan itu ada
dua macam:
·
Kemunafikan
yang mengeluarkan dari agama dan mengantarkan orang kepada golongan orang-orang
kafir serta membawa ke dalam golongan orang-orang yang diabadikan di dalam
neraka.
·
Kemunafikan
yang membimbing pemiliknya ke neraka pada batas waktu tertentu atau mengurangi
dari derajat kemuliaan dan menurunkan dari tingkat sadiqin.[11]
b. Akhlak
Tercela Terhadap Diri Sendiri
Yang
termasuk akhlak tercela
terhadap diri sendiri diantaranya adalah:
-
‘Ananiya
‘Ananiyah yaitu sikap mementingkan diri sendiri. Dapat
pula diartikan dengan egois atau ingin menang sendiri karena kedua sikap itu
memiliki kesamaan, yakni sikap individualistik.
Manusia adalah makhluk sosial (zone poloticon) yang
sepanjang hidupnya sangat membutuhkan bantuan orang lain, untuk memenuhi segala
kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu sifat ‘ananiyah sangat tidak pantas dimiliki
oleh manusia, sebab hal ini bertentangan dengan naluri manusia itu sendiri.
Sikap perilaku ‘aniyah atau mementingkan diri sendiri, merupakan sikap yang tidak
terpuji. Selain itu, dapat menimbulkan akibat negatif bagi pelakunya, diantara
dampak dari sifat ini yaitu:
·
Dibenci
banyak orang karena didunia ini tidak ada seorangpun yang suka terhadap
perbuatan yang mementingkan dirinya sendiri.
·
Tidak akan mendapatkan banyak teman
karena semua orang akan meninggalkannya.
·
Mendatangkan
banyak musuh tanpa disadarinya.
·
Putus asa
-
Tamak
Menurut bahasa, tamak artinya serakah, rakus
atau ambisius. Adapun menurut istilah, tamak sikap perilaku tidak puas
atas apa yang telah dimilikinya. Sikap tamak atau serakah merupakan sikap
tercela yang harus dihindari dan dijauhi. Adapun dampak negatif yang timbul
dari sikap tamak diantaranya yaitu:
·
Bersikap
tidak ikhlas atas apa yang diberikan Allah SWT kepadanya dengan selalu berusaha
untuk mendapatkan yang lebih baik banyak dari apa yang sudah ada.
·
Munculnya
banyak keinginan untuk memiliki apa yang menjadi milik orang lain dan itu hanya
akan membuat diri kita tersiksa.
·
Tumbuh sikap
yang membanding-bandingkan apa yang kita miliki dengan yang dimiliki orang lain
dengan tujuan untuk saling menjatuhkan.
-
Takabur
Menurut bahasa takabur artinya sombong, angkuh, besar
kepala, atau merasa diri paling besar. Adapun menurut istilah takabur adalah
sikap perilaku menyombongkan diri terhadap orang lain. Takabur juga dapat
diartikan sebagai sikap perilaku menganggap orang lain lebih rendah
dibandingkan dirinya. Diantara
nilai-nilai negatif yang ditimbulkan akibat perbuatan takabur adalah sebagai
berikut:
·
Hidupnya
banyak dipengaruhi oleh hawa nafsu setan, sehingga akal sehatnya kurang
berfungsi.
·
Tidak pernah
instropeksi diri sehingga selamanya tidak mengenali kekurangan dan kelemahan
dirinya.
·
Tidak
mendapat ampunan dari Allah sepanjang kesombongan masih bercokol dihatinya.[12]
c.
Akhlak Madzmumah Terhadap Orang Lain
-
Hasad
Hasad menurut bahasa adalah Iri atau tidak suka.
Adapun menurut istilah hasad ialah sifat iri atau tidak suka kepada orang lain
yang mendapat nikmat Allah, baik berupa prestasi maupun materi kekayaan. Sifat
hasad muncul dari keinginan yang berlebihan terhadap apa yang diraih oleh orang
lain, sedangkan jalan untuk memperoleh seperti yang didapat oleh orang lain
tersebut telah tertutup. Tertutup jalannya karena tidak memiliki kemampuan
seperti yang dimiliki oarang lain yang sukses tersebut. Nilai-nilai negatif akibat perbuatan
hasad antara lain:
·
Mengandung
sikap perilaku iri dan dengki.
·
Mengandung
sikap perilaku suka mencari-cari kesalahan orang lain.
·
Mengandung
sikap perilaku suka melempar kesalahan pada orang lain (berburuk sangka)
-
Ghibah
Ghibah ialah menggunjing, yaitu suatu perbuatan atau
tindakan membicarakan aib atau kekurangan orang lain, tanpa diketahui oleh
orang yang sedang dibicarakannya itu. Kebiasaan seperti itu, biasanya
disebabkan oleh kebiasaan seseorang yang kurang memperhatikan dirinya sendiri
karena merasa dirinya lebih baik daripada orang lain. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh rasa benci terhadap oarang yang sedang dibicarakan. Nilai-nilai negatif akibat perbuatan
ghibah antara lain:
·
Memutuskan
ikatan silaturrahmi antara sesama saudara muslim.
·
Menimbulkan
sikap balas dendam dari pihak yang digunjing.
·
Menimbulkan
permusuhan dan persengketaan.
·
Mendapat
kutukan dan murka dari Allah Swt.
·
Melanggar
etika berbicara dalam pergaulan.
3. Mukjizat
Mu'jizat atau mujizat (Arab معجزة, Baca Mu'jizah) adalah
perkara yang di luar kebiasaan, yang dilakukan oleh Allah melalui para nabi dan
rasul-Nya, untuk membuktikan kebenaran kenabian dan keabsahan risalahnya.
Kata mukjizat berasal dari kata bahasa Arab yang berarti melemahkan, dari
kata ‘ajaza (lemah). Dalam aqidah Islam mukjizat dimaknakan sebagai suatu
peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung
kerasulan seorang rasul, sekaligus melamahkan lawan-lawan para rasul.
Pengertian ini terkait dengan kehadiran seorang nabi atau rasul. Nabi dan rasul
di dalam menyampaikan ajarannya selalu mendapatkan tantangan dari
masyarakatnya. Misalnya, ajarannya dianggap obrolan bohong, bahkan dianggap sebagai
tipu daya (sihir).
Mukjizat merupakan kejadian atau kelebihan di
luar akal manusia yang tidak dimiliki oleh siapapun, karena mukjizat hanya
dimilki oleh para rasul yang diberikan oleh Allah kepada para rasul-Nya.
Sedangkan apabila ada seseorang yang memilki sesuatu yang luar bisa itu tidak
bisa dikatakan sebagai mukjizat melainkan karomah. Kemudian ada pula istilah irhasat
dan khawariq, irhasat adalah pertanda yang terjadi untuk
menunjukkan tanda kelahiran seorang nabi (sebelum kenabian). Sedangkan khawariq
adalah kejadian yang terjadi dalam keadaan yang luar biasa.
Mukjizat biasanya berisi tentang tantangan terhadap hal-hal yang sedang
menjadi trend pada zaman diturunkannya mukjizat tersebut. Misalnya pada zaman
Musa, trend yang sedang terjadi adalah ilmu sihir maka dengan mukjizat tongkat
Musa bisa berubah menjadi ular dan mengalahkan ilmu sihir orang lain yang ada
di sekitarnya. Juga pada zaman Isa, trend yang sedang berkembang adalah ilmu
kedokteran dan pengobatan, maka pada saat itu mukjizat Isa adalah bisa
menghidupkan orang yang sudah meninggal yang merupakan puncak dari ilmu
pengobatan.
Demikian juga pada zaman Muhammad, trend yang sedang berkembang adalah ilmu
sastra. Maka disaat itulah dirunkan Al-Alquran sebagai mukjizat Muhammad. Nabi
yang pada saat itu tidak bisa membaca dan menulis tapi bisa menunjukkan
Al-Quran yang diyakini oleh umat Muslim, memiliki nilai sastra tinggi, tidak
hanya dari cara pemilihan kata-kata tapi juga kedalaman makna yang terkandung
di dalamnya sehingga Al-Quran dapat terus digunakan sebagai rujukan hukum yang
tertinggi sejak zaman masa hidup nabi sampai nanti di akhir zaman.
Beberapa contoh mukjizat para nabi dan rasul, antara lain:
a.
Nabi Daud
memiliki suara merdu sehingga makhluk lain pun ikut bertasbih bersamanya,
sanggup berbicara dengan burung, dan berhasil mengalahkan Jalut seorang
prajurit raksasa dari negeri Filistin, sanggup melunakkan besi dengan tangan
kosong.
b.
Nabi Ibrahim
tidak hangus dibakar, karena api yang membakarnya berubah menjadi dingin.
c.
Nabi Muhammad
berupa Isra dan Mi'raj, membelah bulan untuk membuktikan kenabiannya terhadap
orang Yahudi, bertasbihnya kerikil di tangannya, batang kurma yang menangis,
pemberitaan Muhammad tentang peristiwa-peristiwa masa depan ataupun masa
lampau, tetapi mukjizat yang terbesar adalah Al-Alquran.
Mukjizat-mukjizat tersebut tidak
lepas dari bentuk-bentuk berikut ini:
a.
Ilmu, seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang
sudah terjadi ataupun yang akan terjadi, umpamanya pengabaran Isa kepada
kaumnya tentang apa yang mereka makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah
mereka.
b.
Kemampuan dan kekuatan, seperti mengubah tongkat
menjadi ular besar, yakni mukjizat Musa yang diutus kepada Firaun dan kaumnya.
c.
Kecukupan, misalnya perlindungan bagi Nabi Muhammad dari orang-orang yang menginginkan kejahatan kepadanya. Hal ini
sering terjadi, ketika di Makah sewaktu malam hijrah, ketika di dalam gua, lalu
dalam perjalanan ke Madinah ketika bertemu dengan Suraqah bin Malik, lalu di
Madinah ketika orang-orang Yahudi ingin menculiknya dan lain-lain.
4. Akhlak
Kepada Rasul
a.
Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul
Iman kepada Rasul Saw merupakan
salah satu bagian dari rukun iman. Keimanan akan terasa menjadi nikmat dan
lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam keimanan sehingga membuktikan
konsekuensi iman merupakan sesuatu yang menjadi kebutuhan. Karenanya membuktikan
keimanan dengan amal yang shaleh merupakan bukan suatu beban yang memberatkan,
begitulah memang bila sudah ridha. Ridha dalam beriman kepada Rasul inilah
sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadits Nabi Saw:
“Aku ridha kepada Allah sebagai Tuhan,
Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul” (HR.
Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).
b.
Mencintai dan Memuliakan Rasul
Keharusan yang harus kita tunjukkan
dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan
kita kepada Allah Swt.
c.
Mengikuti dan Mentaati Rasul
Mengikuti dan mentaati Rasul
merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena
itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul, bahkan
Allah Swt akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat
yang tinggi dan mulia.
Disamping
itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul Saw, Allah Swt akan
mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah
manakala kita melakukan kesalahan.
d.
Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada Rasul
Secara harfiyah, shalawat berasal
dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Kalau Allah
bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada
Nabi.
e.
Menghidupkan Sunnah Rasul
Kepada umatnya, Rasulullah Saw
tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Alquran
dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu
berpegang teguh kepada Al-Alquran dan sunnah (hadits) agar tidak sesat.
f.
Menghormati Pewaris Rasul
Berakhlak baik kepada Rasul Saw
juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten
dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah
Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.
g.
Melanjutkan Misi Rasul
Misi Rasul adalah menyebarluaskan
dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh
kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi
seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus dengan
kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari
Rasulullah Saw.
5. Akhlak
Kepada Ulama
Setelah kita berakhlak kepada
Allah, nabi dan orang tua maka wajib kita pula berakhlak kepada guru, ulama,
para ustadz karena mereka pula yang mendidik kita sehingga kita memiliki ilmu
yang bermanfaat, kita mengenal tauhid, kita mengenal Islam, kita menjadi mulia
karena diajar oleh mereka, kita menjadi selamat dunia dan akhirat. Sehingga ada
pepatah yang mengatakan dahulukan menghormati guru setelah menyembah Allah. Maksudnya para guru,
para ahli ulama dan ustadz yang mengajar kepada kita untuk mengenal tauhid,
mengenal Allah, menjadi kita berakhlak mulia.
Oleh sebab itu, sopanlah kepada
mereka sayangilah kepada mereka, berbuat baiklah kepada mereka, terimalah ilmu
yang diberikannya, janganlah benci kepada mereka, janganlah benci kepada
pelajarannya, ikutilah perintahnya, hafalkanlah pelajarannya, laksanakanlah
tugas-tugasnya yang diberikannya baik di sekolah maupun di rumah.
Kalau bertemu ucapkanlah salam
kepadanya, cium tangannya, ikuti nasihatnya, ucapkan terima kasih kepadanya,
jangan bersikap sombong, membangkang, menentang kepadanya. Kalau guru masuk
kelas sambutlah kepadanya dengan berdiri dan mengucapkan selamat kepadanya.
Dalam kelas hendaklah duduk dengan rapih dan jangan membuat kegaduhan dalam
kelas. Kalau sakit jenguklah dan doakan kesembuhan kepadanya. Janganlah kamu
lupa akan kebaikannya selama hidupmu. Rasulullah
bersabda Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu,
niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.
6. Akhlak
Kepada Ulil Amri
Islam mengatur bagaimana seharusnya hubungan di antara rakyat dengan
penguasa, agar berjalan dengan harmoni sehingga terbentuk sebuah susunan atau jalinan masyarakat yang diidam-idamkan. Tujuan mulia ini akan terwujid
jika hubungan rakyat dan penguasa
terjalin dengan sangat baik. Dalil-dalil yang menerangkan usul
yang agung ini di antaranya firman Allah Swt dalam Surat An-Nisa’ ayat 59, yaitu:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$#
óOä3ZÏB ( bÎ*sù
÷Läêôãt»uZs? Îû
&äóÓx« çnrãsù n<Î)
«!$# ÉAqߧ9$#ur
bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/
ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$#
4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's?
ÇÎÒÈ
Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.[14]
Rasulullah saw. juga bersabda;
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ ، حَدَّثَنَا يَحْيَى ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي
نَافِعٌ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى
الله عليه وسلم وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ صَبَّاحٍ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ
بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : السَّمْعُ
وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ
فَلاَ سَمْعَ ، وَلاَ طَاعَةَ
Ibn umar r.a berkata : bersabda nabi saw. : seorang
muslim wajib mendengar dan ta’at pada pemerintahannya, dalam apa yang
disetujui atau tidak disetujui, kecuali jika diperintah ma’siyat. Maka apabila
disuruh ma’siyat, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib ta’at.. (HR.
Bukhari, 4/2955, an-Nasai, 7/4206, Ibnu Majah, 4/2864, Abu Daud 2/2628 )
Sahl bin Abdullah at-Tustari yang
telah berkata: “Manusia akan sentiasa berada dalam kebaikan selama mereka
menghormati penguasa dan para ulama. Apabila mereka mengagungkan dua golongan
ini, Allah akan memperbaiki dunia dan akhirat mereka. Apabila mereka
merendahkannya, bererti mereka telah menghancurkan dunia dan akhirat mereka
sendiri.” (Tafsir al-Qurthubi, 5/260)
Imam Ibnu Abil Izzi rahimahullah
berkata: “Adapun taat kepada penguasa tetap wajib sekalipun mereka zalim,
kerana keluar dari ketaatan terhadap mereka akan menimbulkan keburukkan yang
banyak melebihi kezaliman mereka. Bahkan sabar di atas kezaliman penguasa
adalah penghapus dosa, melipat gandakan pahala, kerana tidaklah Allah
menimpakan hal itu kecuali kerana keburukkan perbuatan kita sendiri. Balasan
itu setimpal dengan perbuatan. Wajib bagi kita untuk bersunguh-sungguh meminta
ampun kepada Allah, taubat dan memperbaiki diri. Maka apabila rakyat ingin
membebaskan diri dari kezaliman penguasa hendaklah mereka mengawali dengan
meninggalkan perbuatan zalim pada diri mereka sendiri.” (Syarah al-Aqidah
at-Thohawiyyah, 2/542).
D. Kisah-kisah
Keteladanan
1. Rasul-rasul
Ulul ‘Azmi
a. Nabi Nuh a.s
Selama 950 tahun Nabi Nuh a.s menyeru kaumnya bangsa
Armenia agar bertauhid kepada Allah swt. Dan meninggalakan berhala-berhala yang
mereka sembah. Seruan Nabi Nuh a.s itu disambut dengan cemoohan, ejekan dan
hinaan. Semula Nabi Nuh a.s menghadapi mereka dengan penuh sabar dan tabah.
Tapi mereka semakin berani dan runyam serta sulit dapat diharapkan mau beriman.
Setelah beliau bersama mereka 950 tahun lamanya tidak ada yang mau mengikuti
beliau kecuali beberapa orang saja. Allah swt. menjawab dan memenuhi permintaan
Nabi Nuh a.s., seraya memerintahkan agar beliau membuat perahu. Setiap orang
yang lewat menertawakan dan mengejeknya karena sungguh dianggap lucu membuat
perahu ditanah dataran tinggi. Setelah
selesai membuat perahu, datanglah azab Allah swt. berupa hujan dan banjir yang
bukan alang kepalang serta angin tofan yang dahsyat.
b. Nabi Ibrahim a.s
Nabi Ibrahim a.s diutus
oleh Allah swt. kepada raja Nambrud dan kaumnya di Babilonia negeri Irak untuk
menyembah Allah swt. tuhan yang maha Esa. Namun mereka tidak mau menerima
ajakan Nabi Ibrahim a.s. dan malah membakarnya karena dianggap telah
menghancurkan berhala-berhala yang menjadi sembahan mereka. Singkat
cerita, kaumnya tidak mau beriman termasuk ayahnya sendiri, maka Nabi Ibrahi
a.s bersama isterinya (Sarah) hijrah ke negeri Kan an Palestina dan menetap
disana.
c. Nabi Musa a.s
Nabi Musa a.s hidup pada masa Fir`aun di Mesir.
Menurut tutkang ramal, akan lahir bayi laki-laki dari bangsa yahudi yang akan
merobohkan singgasana Fir`aun. Oleh sebab itu, Ibunya meletakan Musa a.s
kedalam peti lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Setelah
dewasa nabi Musa a.s Nampak cerdas dan tangkas, serta memperhatikan orang-orang
yang lemah.
d. Nabi Isa a.s
Nabi Isa a.s adalah utusan Allah swt. kepada Bani
Israil. Beliau lahir tanpa ayah, ibinya bernama Maryam. Siti Maryam adalah
seorang yang suci dan bersih dari perbuatan maksiat. Kelahiran putranya Isa a.s
semata-mata kehendak dan kekuasaan Allah swt. semata. Setelah kelahiran
putranya Siti Maryam difitnah dan didakwa melakukan serong. Dengan serta merta
bayi yang baru lahir itu dapat berbicara dengan izin Allah swt. menjawab fitnah
orang kepada ibunya itu. Untuk menghindari kekejaman Hiridus, raja Syam
(Palestina) yang kejam, maka beliau bersama ibunya dan pengikutnya diam di Mesir
selama 12 tahun dan baru kembali ke kampong halamannya setelah Hidrus Mangkat.
Sekembalinya dari Mesir itu, Isa a.s mulai menekuni ilmu pengetahuan, hikmah
dan agama. Baru setelah berumur 30 tahun beliau diangkat menjadi rasul dan
beliau mnrima wahyu berupa kitab Injil.
e. Nabi Muhammad s.a.w
Sejak masih kanak-kanak, beliau di pelihara oleh Allah
swt. dari berbagai perbuatan tercela dan hatinya dibersihkan dari sifat-sifat
yang kotor, seraya beliau di isi dengan sifat-sifat terpuji dan senantiasa
berada dalam tuntunan Allah swt. selama hidupnya. Karenanya pribadinya
benar-benar mulia dan terpuji, beliau biasa menepati janji, sabar menghadapi
semua segi kehidupan ini, pemaaf terhadap orang yang bermula menyakiti beliau,
jujur, ikhlas, sederhana hidupnya, penyantun, lemah-lembut, mencintai si miskin
dan si lemah, rajin bekerja, tekun beribadah, pandai bergaul, tanpa
membeda-bedakan antar yang satu dengan yang lainnya dan tentu banyak lagi
sifat-sifat terpuji yang menghiasi pribadi beliau yang mengagumkan itu.
2. Sahabat
Besar
a. Zaid bin Tsabit
Zaid bin Tsabit adalah kaum Ansor, berasal dari
Madinah. Ketika Rasulullah saw. Hijrah dari Makkah ke Madinah, zaid baru
berusia 11 tahun dan masuk islam beserta keluarganya. Keutamaannya adalah ia
seorang penulis wahyu, rajin menghafal wahyu dan penulis surat-surat Rasul.
Zaid juga mempunyai hasrat untuk ikut serta dalam kancah peperangan melawan
kaum Musyrik.
b. Abu Zar Al-Gifari
Abu Zar adalah termasuk sahabat nabi yang gigih
menyuarakan keadilan dan hidup sederhana (zuhud). Sosok Abu Zar, hampir
sepanjang hidupnya dibaktikan untuk menentang kelaliman dan menegakkan
kebenaran. Bila ada suara yang melarang berdakwah, maka suaranya akan lebih
bertambah keras. Rosulullah saw. sendiri pernah memuji Abu Zar dengan ucapan “takkan
pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih tegar ucapannya dari
Abu Zar”.
c. Hamzah bin Abdul Muthalib
Hamzah adalah paman sekaligus saudara sesusu nabi
Muhammad saw. Dua anak ini dibesarkan bersama dan selalu bermain bersama-sama
pula. Mereka seperti layaknya saudara kandung. Namun sewaktu muda, mereka
menempuh jalan sendiri-sendiri. Hamzah merintis jalan untuk memperoleh
kedudukan disamping para pembesar Makkah dan pemimpin Quraisy. Sementara Nabi
Muhammad saw. Masih tetap menuruti bisikan hati menghindari dari bisingnya
kehidupan kota. Meskipun dua anak muda ini karir politiknya bertolak arah, akan
tetapi ikatan keluarga mereka sangat kuat. Hamzah
adalah orang yang pertama memimpin perang Sariyah (angkatan bersenjata tanpa
disertai nabi). Semenjak masuk islam ia bernadzar membaktikan segala
keperwiraan, kesehatan dan hidupnya untuk Allah swt. dan islam. Ia di beri
gelar oleh Nabi sebagai “Singa Allah dan Rasul-Nya”. Gelar “singa” pantas
disandangnya karena sebelum masuk islam dialah orang yang selalu membela Nabi
saw. Yang sudah dikenalnya semenjak kecil. Setelah masuk islam kbraniannya luar
biasa di medan laga. Setiap kepala yang ada di kiri-kanannya selalu di tebas
dengan pedangnya termasuk Abu Jahal.
3. Wali
Sanga
Para Wali itu sebagai penganjur
Islam bersikap dan bertindak amat cermat dan bijaksana, sehingga pada umumnya
masyarakat menerima seruan mereka dengan suka rela. Seperti Maulana Malik
Ibrahim yang dikenal sebagai pendiri pondok pesantren di jawa, dalam
pergaulannya dengan masyarakat amat ramah, rendah hati, amanah dan berbudi
bahasa yang luhur. Landasan masyarakat islam di jawa yang telah dirintis beliau
itu dilanjutkan oleh Raden Rahmat atau sunan ampel, beliau mendirikan pesantren
di Ampel (Surabaya). Alumni pesantren Ampel ada yang menjadi tokoh agama dan
ada pula yang menjadi tokoh agama, seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan
Drajat, Maulana Ishak yang menyebarkan Islam di daerah Blambangan dan Raden
Patah yang menjadi sultan pertama kerajaan Bentara Demak.
Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah
putera Sunan Ampel. Sunan Bonang memulai usahanya dengan mendirikan pesantren
sebagai pusat kegiatannya di daerah Tuban (Jawa Timur). Beliau juga menggunakan
gending-gending Jawa sebagai sarana dakwah dan dianggap sebagai pencipta Gending
Dharma. Sedangkan Sunan Drajat dikenal sebagai seorang yang dermawan, beliau
suka menolong anak-anak yatim piatu, anak-anak terlantar, para fakir miskin dan
orang-orang yang ditimpa musibah.
Sunan Giri adalah putera Maulana
Ishak, penganjur islam di Blambangan. Keistimewaan Sunan Giri adalah
dapatmengutus murid-muridnya keluar jawa untuk menyebarkan islam. Dintara para
Wali itu ada pula yang menonjol ilmu agamanya, melebihi yang lain, yaitu Sunan
Kudus yang diberi gelar dengan ‘Waliyyul `ilmi’, beliau ahli Fiqih, Tauhid,
Manthik, Sastra dan mendalami Sunnah. Ada pula yang dikenal sebagai filosof dan
puajngga yaitu Sunan Kalijaga.
Berbeda dengan para wali yang lain,
Fatahillah atau Sunan Gunung Jati. Beliau ahli agama dan dikenal sebagai
pangliama perang. Beliau dapat menguasai dan mengislamkan Banten, Sunda
Kelapa dan Cirebon serta dapat mengusir Portugis dari Sunda kelapa.
4. Pahlawan
Bangsa
Salah satu pahlawan bangsa yang dapat kita ambil sebagai contoh adalah
Raden Ajeng Kartini. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal
abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai
hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti
pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh atau suami sendiri, dan lain
sebagainya. Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak
mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga
selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta
perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan
keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Sejak saat itu, dia pun
berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan
langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk
merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah
untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan
pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu
diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma. Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan
sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping
sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang
dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya
dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di
Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon. Kartini tidak
pernah mengajarkan emansipasi wanita yang didefinisikan sebagai wanita harus
keluar berkarier menjadi pesaing para pria di berbagai lapangan kehidupan,
untuk kemudian membiarkan anak-anak dan rumah-tangganya terbengkelai. “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran
dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami
menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan
hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum
wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang
diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang
pertama-tama.” (Surat kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902). Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat
kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional. Artinya, dengan ide
dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan
bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional.
5. Akhlak
Kepada Sesama Manusia
-
Memelihara perasaan umum. Masyarakat yang telah
terjalin lama akan memiliki nilai-nilai yang secara umum diakui sebagai
kepatutan dan ketidakpatutan. Setiap individu hendaknya menjaga diri dari
melakukan sesuatu yang dapat melukai perasaan umum, meski perbuatan itu sendiri
halal, misalnya berpesta di tengah kemiskinan masyarakat, memamerkan kemewahan
di tengah masa krisis ekonomi, menunjukkan arogansi kekuasaan di tengah
masyarakat yang lemah, menyelenggarakan kegiatan demontratif yang mengganggu
kekhustyu'an orang beribadah, dan sebagainya.
-
Berperilaku disiplin dalam urusan publik. Disiplin
adalah mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemestiannya, menyangkut waktu, biaya,
dan prosedur. Seorang yang disiplin, datang dan pulang kerja sesuai dengan
jadwal kerja, membayar atau memungut bayaran sesuai dengan tarifnya, menempuh
jalur urusan sesuai dengan prosedurnya. Pelanggaran kepada disiplin, misalnya'
menyuap atau menerima suap, meski dirasa ringan secara ekonomi, tetapi
bayarannya adalah rusaknya tatanan dan sistem kerja. Demikian juga nepotisme dalam
menggolkan urusan, meski tidak terbukti secara administratip, tetapi sebenarnya
merusak aturan main, yang pada gilirannya akan menjadi bom waktu. Korupsi waktu
sebenarnya juga suatu perbuatan yang merugikan orang lain, meski tak diketahui
secara pasti siapa yang dirugikan. Mark up atau manipulasi biaya/kualitas dari
suatu proyek pelayanan publik pada dasarnya merupakan perbuatan penghancuran
terhadap masa depan generasi.
-
Memberi kontribusi secara optimal sesuai dengan
tugasnya. Ulama dan cendekiawan menyumbangkan ilmunya, Pemimpin (umara)
mengedepankan keadilan dan tanggungjawab(amanah), pengusaha mengutamakan
kejujuran, orang kaya mengoptimalkan infaq dan sedekah, orang miskin
mengutamakan keuletan, kesabaran dan doa, politisi memelihara kesantunan dan
kelompok profesional mengedepankan profesionalitasnya.
-
Amar makruf nahi munkar. Setiap anggota
masyarakat harus memiliki kepedulian terhadap hal-hal yang potensil merusak
masyarakat, oleh karena itu mereka harus aktip menganjurkan perbuatan baik yang
nyata-nyata telah ditinggalkan masyarakat dan mencegah perbuatan buruk yang
dilakukan secara terang terangan oleh sekelompok anggota masyarakat.
6. Hak
dan Kewajiban Warga Negara
Setiap warga negara memiliki hak dan
kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia
selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang
dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari. Hak diartikan sebagai
sesuatu yang dimiliki, kepunyaan, dan kebenaran. Sedangkan kewajiban dapat
diartikan sebagai sesuatu yang harus dilakukan, dan tidak boleh untuk
dilaksanakan. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia atas tingkah laku atau
perbuatan. Kesadaran tersebut tergantung pada status dan peranan si pemilik
tanggung jawab. Salah satunya, hak atau kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat
sangat penting dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi akan
berkembang bila warga negara dapat menggunakan hak berpendapat tanpa rasa
takut. Setiap warga negara memiliki berbagai kewajiban yang harus dipenuhi
kepada negaranya seperti yang telah termakhtub dalam Pembukaan UUD 1945 aliniea
4, namun di saat yang sama, warga negara juga memiliki hak-hak yang harus
dipenuhi oleh negara. Jika dilihat dari dua paradigma yang terpisah, maka warga
negara memiliki hak dan kewajiban kepada negaranya, sementara di sisi lain
negara memiliki tugas dan tanggung jawab kepada warganya. Negara dan warganya
adalah dua hal yang selalu terkait dan tidak mungkin dipisahkan. Tanpa ada
negara tidak mungkin ada warga, dan tanpa warga tidak mungkin juga suatu negara
dapat berdiri. Keduanya memiliki hubungan timbal balik dimana dalam menghadapi
permasalahan yang multidimensional, Negara memerlukan partisipasi politik warga
negara sebagai kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan negara. Melalui hubungan
kerja sama tersebut, penyelenggaraan negraa dapat terarah pada cita-cita
bersama sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
7. Kisah
Orang Durhaka
Sepenggal kisah yang dapat kita ambil yaitu:
Seorang anak
berlaku kasar kepada ibunya. Dia tidak hanya suka teriak-teriak di wajahnya,
akan tetapi suka mencaci dan memakinya. Ibunya yang telah tua, seringkali
berdoa kepada Allah ta’ala agar Allah meringankan kekerasan dan
kekejaman anaknya. Dia menjadikan ibunya sebagai pembantu yang membantu dan
mengurusi segala kebutuhannya, sedangkan ibunya sendiri tidak membutuhkan
pengurusan dan bantuannya. Betapa sering air matanya mengalir di kedua pipinya,
berdoa kepada Allah ta’ala agar memperbaiki belahan hatinya dan memberikan
hidayah kepada hatinya. Pada suatu hari
dia menemui ibunya dengan raut wajah kejahatan yang terlihat dari kedua
matanya. Dia berteriak-teriak di wajah ibunya, “Apakah ibu belum menyiapkan
makanan juga?” Dengan segera ibunya mempersiapkan dan menghidangkan makanan
untuknya. Akan tetapi tatkala dia melihat makanan yang tidak dia suka, maka dia
melemparnya ke tanah. Dia marah dan
berucap, “Sungguh, aku kena musibah dengan wanita yang sudah tua renta, aku
tidak tahu, kapan aku bisa berlepas diri darinya.” Ibunya menangis seraya
berkata, “Wahai anakku, takutlah kamu kepada Allah terhadapku. Tidakkah kamu
takut kepada Allah? Tidakkah kamu takut akan murka dan kemarahanNya?” Karena
mendengar kata-kata ibunya, maka kemarahannya pun memuncak, dia memegang baju
ibunya dan mengangkatnya. Dia mengguncang-guncang ibunya dengan kuat seraya
menghardik, “Dengar, aku tidak mau dinasihati. Bukan aku yang mesti dibilang
harus bertakwa kepada Allah.” Lalu dia
melempar ibunya. Ibunya jatuh tersungkur. Tangisnya bercampur dengan tawa
anaknya yang penuh dengan kepongahan seraya mengatakan, “Ibu pasti akan
mendoakan kecelakaan bagiku. Ibu mengira Allah akan mengabulkannya.” Kemudian
dia keluar rumah sambil mengolok-olok ibunya. Sementara sang ibu, dia berlinangan
air mata kesedihan, menangis siang dan malam tiada henti. Adapun anaknya, dia lalu menaiki mobilnya.
Bergembira dan bersuka cita sambil mendengarkan musik. Dia kencangkan volume
tapenya. Dia lupa akan apa yang telah dia perbuat terhadap ibunya yang malang.
Dia meninggalkan ibunya dalam keadaan bersedih hati sendirian, hatinya menelan
rasa sakit, mengalami kesedihan yang sangat mendalam. Dia punya acara ke luar kota. Tatkala mobilnya
melaju di jalan raya dengan kecepatan membabi buta, tiba-tiba ada seekor unta
berada di tengah jalan. Dia terguncang dan kehilangan keseimbangan. Dia mencoba
untuk menguasai keadaan, akan tetapi tidak ada jalan keluar dari takdir. Dalam
kecelakaan itu, ada potongan besi mobil yang masuk ke dalam perutnya, akan
tetapi dia tidak langsung tewas. Allah ta’ala menangguhkan kematiannya. Dia
berpindah dari operasi satu ke operasi yang lain, hingga akhirnya terbaring di
tempat tidur, tidak bisa bergerak sama sekali.[15]
8. Akhlak
Terhadap Lingkungan
Akhlak
kepada alam lingkungan antara lain:
-
Tidak
mengekspoitasi sumber daya alam secara berlebihan yang berpotensi merusak
tatanan siklus alamiah.
-
Tidak membuang
limbah secara sembarangan yang dapat merusak lingkungan alam.
-
Secara
lebih detail dan individual, agama misalnya melarang binatang atau di bawah
pohon yang rindang (karena membuat tidak nyaman orang yang bernaung
dibawahnya).
KESIMPULAN
Aqidah akhlak yaitu
sub-mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang membahas ajaran agama
Islam dalam segi aqidah dan akhlak. Akhlak menurut linguistik bahasa Arab ialah bentuk jamak
daripada Khulq dan berarti ciri-ciri
watak seseorang (The Traits of Man’s Moral Character),
tetapi dalam arti agama, akhlak ialah sesuatu daya positif dan aktif dalam bentuk
prilaku atau perbuatan.
Akhlak diartikan sebagai
hal-hal berkaitan dengan sikap, perilaku dan sifat-sifat manusia dalam
berinteraksi dengan dirinya, dengan sasarannya, dengan makhluk-makhluk lain dan
dengan Tuhannya. Suatu keadaan yang melihat pada jiwa manusia, yang dari
padanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah, tanpa melalui proses pemikiran,
pertimbangan dan penelitian.
Pendidikan akhlak
merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantanga manusia dalam
sepanjag sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam al-qur’an
seperti kaum ‘Ad, Samud, madyan, dan Saba maupun yang didapat dalam buku-buku
sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh dan
sebaliknya suatu bangsa akan runtuk apabila akhlaknya rusah.
Aqidah dan Akhlak
merupakan dasar yang utama dalam pembentukan kepribadian manusia yang
seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya kepribadian berakhlak
merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi
kestabilan kepribadian secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Adib Al Arif, Akidah Akhlak , (Semarang : Aneka Ilmu,2009)
A. Wahid Sy, Akidah Akhlak II, ( Bandung : ARMICO, 2009 )
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1994)
Dewan
Dakwah Islamiyah, Alqur’an dan
Terjemahan, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjeman Pentafsir Alqur’an,
1971)
Kadar M. Yusuf, Tafsir
Tarbawi, (Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2011)
Ghalib, Sungguh
Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga,
(Jakarta: Pustaka Darul Haq, 2003)
M. Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2010)
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2006)
Muhammad Abul Quasem, Etika Al-Ghazali, (Bandung : PUSTAKA, 1988)
Sayyid Muhammad Nuh, Mengobati Tujuh Penyakit Hati, (Bandung : Mizan
Pustaka, 2004)
Wahid Ahmadi, Risalah
Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern, (Solo: Era Intermedia, 2004)
[1] Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim
Modern, (Solo: Era Intermedia, 2004), hlm. 13
[2] Dewan
Dakwah Islamiyah, Alqur’an dan
Terjemahan, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjeman Pentafsir Alqur’an,
1971), hlm. 132
[3] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), hlm. 354-355
[4] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1991), hlm. 88
[5] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, (Pekanbaru: Zanafa
Publishing, 2011), hlm. 21-22
[7] Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim
Modern, hlm. 20
[13] Ibid., hlm. 85-94
[15] Ghalib, Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang
Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga, (Jakarta: Pustaka Darul Haq,
2003), hlm 45-48