Laman

Jumat, 07 Desember 2012

POKOK BAHASAN AQIDAH AKHLAK DI MTs/MA

A.    Konsepsi Dasar Aqidah Akhlak
1.      Pengertian Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs/MA
Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata jamak dari benntuk tunggal khuluk, yang pengertian umumnya adalah perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlak jika diuraikan secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika digabungkan (khalaqa) berarti menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata Al-Khalik yaitu Allah Swt dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Hal ini berarti akhlak merupakan sebuah perilaku yang muatannya menghubungkan antara hamba dengan Allah Swt.[1]
Pembelajaran Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan.
2.      Fungsi Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs/MA
Mengenai fungsi pembelajaran Aqidah Akhlak, di dalam Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kurikulum 2004, telah dijelaskan:
a.       Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b.      Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.
c.       Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Aqidah Akhlak.
d.      Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari.
f.       Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya.
g.      Penyaluran peserta didik untuk mendalami Aqidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3.      Tujuan Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs/MA
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Maskawaih adalah terwujudnya dikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan p[erbuatan bernilai baik sehingga tercapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.
Pembelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
4.      Ruang Lingkup Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs/MA
Ibn Maskawaih menyebut ada tiga hal pokok yang dapat dipahami sebagai materi sebagai materi pendidikan akhlak, yaitu:
a.       Hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh.
b.      Hal-hal yang wajib bagi jiwa.
c.       Hal-hal yang wajib sebagai hubungannya dengan sesama manusia.
Sedangkan ruang lingkup Kurikulum Pendidikan Aqidah Akhlak di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah adalah sebagai berikut:
a.       Aspek aqidah terdiri atas keimanan kepada sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah, keimanan kepada kitab Allah, Rasul Allah, sifat-sifat dan mukjizatnya dan hari akhir.
b.      Aspek Akhlak terpuji yang terdiri dari atas khauf, taubat, tawadlu’, ikhlas, bertauhid, inovatif, kreatif, percaya diri, tekad yang kuat, ta’aruf, ta’awun, tafahum, tasamuh, jujur, adil, amanah, menepati janji dan bermusyawarah.
c.       Aspek akhlak tercela meliputi kufur, syirik, munafik, namimah dan ghibah.
B.     Aqidah Islam
1.      Konsep Dasar Aqidah Islam
a.      Pengertian Aqidah Islam
Akidah islam adalah dasar-dasar pokok kepercayaan, keyakinan hati, dan keimanan seorang muslim yang bersumber dari ajaran islam yang wajib dipegang oleh setiap muslim sebagai kkeyakinan yang kuat.
Alquran menjelaskan tentang akidah islam antara lain sebagai berikut:
-          Orang beriman taat kepada Allah dan Rasul (Q.S. An Nissa: 59).
-          Orang beriman masuk islam dengan kaffah/keseluruhan/sempurna (Q.S. AlBaqarah: 208).
-          Orang beriman hendaknya mencontoh yang diimani Rasul-Nya (tentang rukun iman) (Q.S. Al Baqarah: 285).
-          Hakikat kenaikan adalah memenuhi rukun iman (Q.S. Al Baqarah: 177)
b.      Dasar Aqidah Islam
Dasar-dasar akidah islam ialah Alquran dan sunah Rasul sebagai sumber pokok, sebeb Alquran dan sunah Rasul itu yan memberitahukan kepada umat manusia tentang pokok-pokok keimanan yang harus diimani dan dipercayai. Alquran menjelaskan bahwa mentaati Rasul berarrti juga mentaati Allah dalam Q.S. An Nisaa: 80, yaitu:
`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøŠn=tæ $ZàŠÏÿym ÇÑÉÈ  
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi merek.”[2]
c.       Tujuan Aqidah Islam
Tujuan akidah islam adalah untuk membimbing dan mengarahkan manusia ke jalan yang lurus serta dapat memiliki landasan hidup yang benar sehingga takwanya selalu terbina.[3]
Tujuan akidah islam adalah sebagai berikut:
-          Meningkatkan keimanan dan kepercayaan atas kebenaran ajaran islam sehingga tidak ada keraguan-keraguan dalam hati (Q.S. Al Baqarah: 2-5).
-          Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang ada sejak lahir (Q.S. Az Zukhruf: 64).
-          Memperbaiki pedoman hidup yang pasti ada pegangan yan kuat agar dapat membedakan yang mana yang baik dan yang mana yang buruk (Q.S. Al Baqarah: 185).
-          Menghindarkan diri dari kehidupan yang sessat (Q.S. Ali Imran: 31).
-          Menjaga diri dari kemusyrikan.
-          Memupuk ketebalan iman dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya.
2.      Kedudukan Manusia Menurut Pandangan Islam
Allah menciptakan manusia dalam struktur yang paling baik diantara makhluk yang lain. Struktur manusia terdiri dari “jasad dan ruhaniah atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.”[4]
Dalam struktur jasad dan ruhiyat itu Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang yang dalam psikologis disebut potensial atau disposisi, yang menurut aliran psikologis behaviorisme disebut prepoten reflexesi (kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang).
Allah SWT memulai ciptaan dengan kekuasaan-Nya sebaik-baiknya dan membuatnya berdasarkan kehendak-Nya. Kemudian Allah SWT menjalankannya pada jalan iradah-Nya, artinya Allah SWT menjalankan dan menempatkannya dijalan untuk mereka lalui serta menurunkan ke dunia untuk menempuh mahabah-Nya baik secara sadar atau tidak mereka menempuh mahabah Allah SWT.
3.      Rukun Iman
a.      Iman kepada Allah Swt.
Rukun Iman yang pertama ialah iman kepada Allah Swt iman kepada Allah Swt adalah yang paling pokok dan mendasari seluruh ajaran islam, dan ia harus diyakinkan dengan ilmu yang pasti seperti ilmu yang terdapat dalam kalimat syahadat laaa ilaaha ilallaah ialah yang menjadi awal, inti dan akhir dari seluruh seruan islam sebagaimana wasiat Rasulullah Saw.
b.      Iman kepada Malaikat
Iman kepada Malaikat adalah masalah akidah yang kedua sesudah iaman kepada Allah Swt Pengetahuan kita tentang Malaikat hanya semata-mata berdasarkan Alquran dan keterangan-keterangan Nabi. Kita wajib beriman kepada para Malaikat oleh karena Alquran dan Nabi memerintahkannya, sebagaimana wajibnya beriman kepada Allah dan para Nabinya.
c.       Iman kepada Para Rasul.
Iman kepada Rasul berarti mempercayai bahwa Allah telah memilih diantara manusia sebagaimana hamba-hamba Allah dengan wahyu yang diterimanya dari Allah Swt untuk memimpin manusia kejalan yang lurus dan untuk keselamatan dunia dan akhirat.
d.      Iman kepada Kitab-kitab
Iman kepada Kitab-kitab menyatakan bahwa kitab yang telah diturunkan kepada rasul yang wajib disebarkan untuk ajaran para manusia sebagai pedoman hidup. Maka itulah kita wajib beriman kepada kitab-kitab.
e.       Iman Kepada Hari Akhirat
Iman kepada hari akhirat adalah masalah yang paling berat segala macam akidah dan kepercayaan manusia. Sebab iman kepada akhirat akan membawa manusia kepada keyakinan adanya suatu hidup lagi di alam lain sesudah duniawi, adanya hidup kembali manusia sesudah matinya.
f.       Iman Kepada Qadha dan Qadar.
Iman kepada Qadha adalah peraturan yang telah diterapkan oleh Allah Swt tetapi masih bias kita rubah. Sedangkan Iman kepada Qadar adalah peraturan yang telah diterapkan oleh Allah Swt tetapi tidak bias kita rubah.
4.      Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan Islam
Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima yang terdiri dari huruf ‘ayn, lam, dan mim. Alquran sering menggunakan kata ini dalam beberapa sighat.[5]
Secara harfiah, ilmu dapat diartikan kepada tahu atau mengetahui. Secara isltilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang berlaku atas sesuatu itu. Saliba mendefenisikan ilmu dengan “memahami secara mutlak, baik tasawwur maupun tasdiq dan baik yakin maupun tidak.” Menurut Ikhwan al-Safa’, seperti yang dikutip Jihami, ilmu adalah tasawwur hakikat sesuatu dan asalnya.
Dalam pandangan Alquran, ilmu itu dapat membentuk sikap atau sifat-sifat manusia. Atau dengan kata lain, sikap atau karakter seseorang merupakan gambaran pengetahuan yang dimilikinya.
Dengan demikian, harus disadari bersama bahwa ilmu agama dan ilmu pengetahuan itu harus berimbang keadaanya. Tapi, pada kenyataanya umat Islam banyak yang lemah dalam ilmu pengetahuan umum. Menurut para peneliti ahli ilmu Alquran, tidak kurang dari 60% dari ayat-ayat Alquran membicarakan tentang alam semesta (ilmu pengetahuan) dan hanya 40% dari ayat Alquran membicarakan tentang hukum, ibadah, tarikh, dan muamalah. Hal ini menunjukkan bahwa kita sebenarnya bisa jauh lebih unggul dalam ilmu pengetahuan umum dari orang-orang Nasrani, karena sejak diturunkannya Alquran, Allah sudah mengajari umat Islam tentang ilmu pengetahuan.
Salah satu gagasan yang paling canggih, komprehensif, dan mendalam yang dapat ditemukan di dalam Alquran adalah konsep ilmu pengetahuan. Sesungguhnya, tingkat kepentingannya hanya berada di bawah konsep tauhid, yang merupakan tema sentral dan mendasar dari Alquran pentingya konsep ini terungkap dalam kenyataan bahwa Alquran menyebut akar kata “ilmu” dan kata turunannya tidak kurang dari 744 kali.[6]
Konsep ilmu membedakan pandangan dunia islam dari cara pandang dan ideologi lainnya. Tak ada pandangan dunia lain yang membuat pencarian ilmu sebagai kewajiban individual dan sosial serta membedakan arti moral dan religius. Karenanya ilmu sebagai tonggak kebudayaan dan peradaban muslim, konsep ilmu secara mendalam meresap kedalam lapisan masyarakat dan mengungkap dirinya dalam upaya intelektual.
Sejak awal, Islam mengisyaratkan bahwa menuntut Ilmu kewajiban agama artinya menuntut ilmu pengetahuan memang benar-benar diwajibkan bagi umat islam. Menjadi seorang muslim berarti terlibat aktif dalam pelahiran, pemrosesan dan penyebaran ilmu.
Islam juga menghendaki umatnya untuk memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu pegetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Dalam pandangan Islam, ilmu itu tergolong suci. Ilmu merupakan barang yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang, Ilmu itu bagaikan lampu atau cahaya. Bahwa tidak dapat seseorang berjalan di malam yang gelap, kecuali dengan lampu. Demikian pula halnya, tidak dapat seseorang membedakan yang baik dengan yang buruk, kecuali dengan ilmu.
C.    Bagian-bagian Akhlak
1.      Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah adalah akhlak terpuji atau akhlak yang mulia di sisi Allah dan di sisi manusia.[7] Diantara akhlak mahmudah adalah
a.      Mahabbah
Yang dimaksud dengan mahabbah disini adalah kecintaan kepada Allah dengan sepenuh hati dan diwujudkan dalam ketaatan yang tulus terhadap agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad S
aw. Kecintaan kepada Allah adalah dasar dalam segala amal ibadah dan peri kehidupan setiap muslim. Mahabbah adalah buah daripada iman kepada Allah SWT dan mahabbah haruslah di pupuk dengan menjalankan ibadah yang ikhlas khusus dan tadharu kepada Allah SWT.
b.      Roja
Roja adalah Rasa dan sikap yang penuh keyakinan bahwa Allah adalah tempat segala harap. Sikap Roja (hidup yang optimis dan penuh harap) sangat penting bagi manusia sebab kehidupan di dunia ini penuh cobaan dan sikap roja harus dimanifestasikan dalam kehidupan yang penuh optimis dan sikap roja harus diwujudkan dalam ikhtiar dan doa karena segala amal manusia tidak akan sia-sia di hadapan Allah
.
c.       Syukur
Syukur adalah menyatakan terima kasih atas segala nikmat Allah yang diterimanya dalam bentuk ucapan dan tindakan.
Dengan berjalan bersyukur kita akan terhindar dari kufur yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan ini.
d.      Tawakal
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
e.       Ridho
Ridho ialah menerima dengan rasa senang apa yang diberikan Allah baik berupa aturan hukum maupun qodho dan ketentuan nasib.
Kedudukan ridho adalah merupakan sikap lanjut dari mahabbah dan hendaknya manusia tidak keberatan dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
f.       Taubat
Taubat adalah membetulkan sikap yang salah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat kembali kepada-Nya dengan memperbaharui niat untuk melakukan amal kebaikan.
g.      Taqwa
Taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya baik secara sembunyi maupun terang-terangan


2.      Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia. Dan daripadanya akan memberikan dampak negatif terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang berada disekitarnya.
Pendapat lain juga menyebutkan bahwasanya yang disebut dengan akhlak madzmumah ialah semua sifat, perkataan ataupun perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga dianggap buruk atau tercela dan bernilai negatif.[8]
Meskipun demikian menurut AL-Ghazali asal mula yang menjadi biang dari adanya akhlak madzmumah tersebut yakni kelobaan, ekses nafsu seksual, nafsu untuk berkata berlebihan, amarah hebat, rasa iri, rasa dendam, cinta dunia, cinta harta, kebakhilan, kemegahan, kesombongan, kecongkakan, dan penipuan terhadap diri sendiri, dan untuk membuang biang-biang dari sifat tersebut dapat dilakukan dengan jalan riyadhah dan membiasaan menahan diri atau mujahadah.[9]
a.      Akhlak Tercela Terhadap Allah
Adapun diantara sikap dan perilaku manusia yang termasuk bentuk dari akhlak tercela terhadap Allah Swt., yaitu:
-          Ria
Sifat ria berhubungan erat dengan sifat sum’ah yang mana menurut Imam Ghazali ria berasal dari kata ru’ya yang berarti memperlihatkan, atau secara jelasnya dapat difahami dengan “ingin dilihat orang-orang supaya mendapat kedudukan atau pujian” sedangkan sum’ah berasal dari kata sama’ yang berarti mendengar, memperdengarkan, atau juga menceritakan (amal kebaikan).[10]
-          Nifak
Nifak dari segi bahasa memiliki arti berpura-pura pada agamanya. Sedangkan dari segi istilah yaitu orang yang menyembunyikan kekafirannya namun menyatakan keimanannya. Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa kata munafik adalah diambil dari kata Nafiqa’ul yarbu (liang binatang seperti tikus, kakinya lebih panjang dari tangannya, ekor dan telinganya lebih panjang kalau dibandingkan dengan tikus). Disebutkan bahwa yarbu memiliki dua buah liang, sebuah disebut nafiqa’ dan sebuah lagi disebut qasia’. Dia bisa menampakkan dirinya pada liang yang satu dan keluar lagi dari liang yang lain. Oleh karena itulah orang yang berbuat demikian disebut munafik, sebab dia menampakkan dirinya bahwa dia seorang yang Islam, tetapi dia keluar dari Islam itu kea rah kafir. Kemunafikan itu ada dua macam:
·         Kemunafikan yang mengeluarkan dari agama dan mengantarkan orang kepada golongan orang-orang kafir serta membawa ke dalam golongan orang-orang yang diabadikan di dalam neraka.
·         Kemunafikan yang membimbing pemiliknya ke neraka pada batas waktu tertentu atau mengurangi dari derajat kemuliaan dan menurunkan dari tingkat sadiqin.[11]
b.      Akhlak Tercela Terhadap Diri Sendiri
Yang termasuk akhlak tercela terhadap diri sendiri diantaranya adalah:
-          ‘Ananiya
‘Ananiyah yaitu sikap mementingkan diri sendiri. Dapat pula diartikan dengan egois atau ingin menang sendiri karena kedua sikap itu memiliki kesamaan, yakni sikap  individualistik.
Manusia adalah makhluk sosial (zone poloticon) yang sepanjang hidupnya sangat membutuhkan bantuan orang lain, untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu sifat ‘ananiyah sangat tidak pantas dimiliki oleh manusia, sebab hal ini bertentangan dengan naluri manusia itu sendiri. Sikap perilaku ‘aniyah atau mementingkan diri sendiri, merupakan sikap yang tidak terpuji. Selain itu, dapat menimbulkan akibat negatif bagi pelakunya, diantara dampak dari sifat ini yaitu:
·         Dibenci banyak orang karena didunia ini tidak ada seorangpun yang suka terhadap perbuatan yang mementingkan dirinya sendiri.
·         Tidak akan mendapatkan banyak teman karena semua orang akan meninggalkannya.
·         Mendatangkan banyak musuh tanpa disadarinya.
·         Putus asa
-          Tamak
Menurut bahasa, tamak artinya serakah, rakus atau ambisius. Adapun menurut istilah, tamak sikap perilaku tidak puas atas apa yang telah dimilikinya. Sikap tamak atau serakah merupakan sikap tercela yang harus dihindari dan dijauhi. Adapun dampak negatif yang timbul dari sikap tamak diantaranya yaitu:
·         Bersikap tidak ikhlas atas apa yang diberikan Allah SWT kepadanya dengan selalu berusaha untuk mendapatkan yang lebih baik banyak dari apa yang sudah ada.
·         Munculnya banyak keinginan untuk memiliki apa yang menjadi milik orang lain dan itu hanya akan membuat diri kita tersiksa.
·         Tumbuh sikap yang membanding-bandingkan apa yang kita miliki dengan yang dimiliki orang lain dengan tujuan untuk saling menjatuhkan.
-          Takabur
Menurut bahasa takabur artinya sombong, angkuh, besar kepala, atau merasa diri paling besar. Adapun menurut istilah takabur adalah sikap perilaku menyombongkan diri terhadap orang lain. Takabur juga dapat diartikan sebagai sikap perilaku menganggap orang lain lebih rendah dibandingkan dirinya. Diantara nilai-nilai negatif yang ditimbulkan akibat perbuatan takabur adalah sebagai berikut:
·         Hidupnya banyak dipengaruhi oleh hawa nafsu setan, sehingga akal sehatnya kurang berfungsi.
·         Tidak pernah instropeksi diri sehingga selamanya tidak mengenali kekurangan dan kelemahan dirinya.
·         Tidak mendapat ampunan dari Allah sepanjang kesombongan masih bercokol dihatinya.[12]
c.       Akhlak Madzmumah Terhadap Orang Lain
-          Hasad
Hasad menurut bahasa adalah Iri atau tidak suka. Adapun menurut istilah hasad ialah sifat iri atau tidak suka kepada orang lain yang mendapat nikmat Allah, baik berupa prestasi maupun materi kekayaan. Sifat hasad muncul dari keinginan yang berlebihan terhadap apa yang diraih oleh orang lain, sedangkan jalan untuk memperoleh seperti yang didapat oleh orang lain tersebut telah tertutup. Tertutup jalannya karena tidak memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oarang lain yang sukses tersebut. Nilai-nilai negatif akibat perbuatan hasad antara lain:
·         Mengandung sikap perilaku iri dan dengki.
·         Mengandung sikap perilaku suka mencari-cari kesalahan orang lain.
·         Mengandung sikap perilaku suka melempar kesalahan pada orang lain (berburuk sangka)
-          Ghibah
Ghibah ialah menggunjing, yaitu suatu perbuatan atau tindakan membicarakan aib atau kekurangan orang lain, tanpa diketahui oleh orang yang sedang dibicarakannya itu. Kebiasaan seperti itu, biasanya disebabkan oleh kebiasaan seseorang yang kurang memperhatikan dirinya sendiri karena merasa dirinya lebih baik daripada orang lain. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh rasa benci terhadap oarang yang sedang dibicarakan. Nilai-nilai negatif akibat perbuatan ghibah antara lain:
·         Memutuskan ikatan silaturrahmi antara sesama saudara muslim.
·         Menimbulkan sikap balas dendam dari pihak yang digunjing.
·         Menimbulkan permusuhan dan persengketaan.
·         Mendapat kutukan dan murka dari Allah Swt.
·         Melanggar etika berbicara dalam pergaulan.
·         Fitnah.[13]
3.      Mukjizat
Mu'jizat atau mujizat (Arab معجزة, Baca Mu'jizah) adalah perkara yang di luar kebiasaan, yang dilakukan oleh Allah melalui para nabi dan rasul-Nya, untuk membuktikan kebenaran kenabian dan keabsahan risalahnya.
Kata mukjizat berasal dari kata bahasa Arab yang berarti melemahkan, dari kata ‘ajaza (lemah). Dalam aqidah Islam mukjizat dimaknakan sebagai suatu peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung kerasulan seorang rasul, sekaligus melamahkan lawan-lawan para rasul. Pengertian ini terkait dengan kehadiran seorang nabi atau rasul. Nabi dan rasul di dalam menyampaikan ajarannya selalu mendapatkan tantangan dari masyarakatnya. Misalnya, ajarannya dianggap obrolan bohong, bahkan dianggap sebagai tipu daya (sihir).
Mukjizat merupakan kejadian atau kelebihan di luar akal manusia yang tidak dimiliki oleh siapapun, karena mukjizat hanya dimilki oleh para rasul yang diberikan oleh Allah kepada para rasul-Nya. Sedangkan apabila ada seseorang yang memilki sesuatu yang luar bisa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat melainkan karomah. Kemudian ada pula istilah irhasat dan khawariq, irhasat adalah pertanda yang terjadi untuk menunjukkan tanda kelahiran seorang nabi (sebelum kenabian). Sedangkan khawariq adalah kejadian yang terjadi dalam keadaan yang luar biasa.
Mukjizat biasanya berisi tentang tantangan terhadap hal-hal yang sedang menjadi trend pada zaman diturunkannya mukjizat tersebut. Misalnya pada zaman Musa, trend yang sedang terjadi adalah ilmu sihir maka dengan mukjizat tongkat Musa bisa berubah menjadi ular dan mengalahkan ilmu sihir orang lain yang ada di sekitarnya. Juga pada zaman Isa, trend yang sedang berkembang adalah ilmu kedokteran dan pengobatan, maka pada saat itu mukjizat Isa adalah bisa menghidupkan orang yang sudah meninggal yang merupakan puncak dari ilmu pengobatan.
Demikian juga pada zaman Muhammad, trend yang sedang berkembang adalah ilmu sastra. Maka disaat itulah dirunkan Al-Alquran sebagai mukjizat Muhammad. Nabi yang pada saat itu tidak bisa membaca dan menulis tapi bisa menunjukkan Al-Quran yang diyakini oleh umat Muslim, memiliki nilai sastra tinggi, tidak hanya dari cara pemilihan kata-kata tapi juga kedalaman makna yang terkandung di dalamnya sehingga Al-Quran dapat terus digunakan sebagai rujukan hukum yang tertinggi sejak zaman masa hidup nabi sampai nanti di akhir zaman.
Beberapa contoh mukjizat para nabi dan rasul, antara lain:
a.       Nabi Daud memiliki suara merdu sehingga makhluk lain pun ikut bertasbih bersamanya, sanggup berbicara dengan burung, dan berhasil mengalahkan Jalut seorang prajurit raksasa dari negeri Filistin, sanggup melunakkan besi dengan tangan kosong.
b.      Nabi Ibrahim tidak hangus dibakar, karena api yang membakarnya berubah menjadi dingin.
c.       Nabi Muhammad berupa Isra dan Mi'raj, membelah bulan untuk membuktikan kenabiannya terhadap orang Yahudi, bertasbihnya kerikil di tangannya, batang kurma yang menangis, pemberitaan Muhammad tentang peristiwa-peristiwa masa depan ataupun masa lampau, tetapi mukjizat yang terbesar adalah Al-Alquran.
Mukjizat-mukjizat tersebut tidak lepas dari bentuk-bentuk berikut ini:
a.       Ilmu, seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi, umpamanya pengabaran Isa kepada kaumnya tentang apa yang mereka makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka.
b.      Kemampuan dan kekuatan, seperti mengubah tongkat menjadi ular besar, yakni mukjizat Musa yang diutus kepada Firaun dan kaumnya.
c.       Kecukupan, misalnya perlindungan bagi Nabi Muhammad dari orang-orang yang menginginkan kejahatan kepadanya. Hal ini sering terjadi, ketika di Makah sewaktu malam hijrah, ketika di dalam gua, lalu dalam perjalanan ke Madinah ketika bertemu dengan Suraqah bin Malik, lalu di Madinah ketika orang-orang Yahudi ingin menculiknya dan lain-lain.
4.      Akhlak Kepada Rasul
a.      Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul
Iman kepada Rasul Saw merupakan salah satu bagian dari rukun iman. Keimanan akan terasa menjadi nikmat dan lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam keimanan sehingga membuktikan konsekuensi iman merupakan sesuatu yang menjadi kebutuhan. Karenanya membuktikan keimanan dengan amal yang shaleh merupakan bukan suatu beban yang memberatkan, begitulah memang bila sudah ridha. Ridha dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadits Nabi Saw:
Aku ridha kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).
b.      Mencintai dan Memuliakan Rasul
Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt.
c.       Mengikuti dan Mentaati Rasul
Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul, bahkan Allah Swt akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat yang tinggi dan mulia. Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul Saw, Allah Swt akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah manakala kita melakukan kesalahan.
d.      Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada Rasul
Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada Nabi.
e.       Menghidupkan Sunnah Rasul
Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Alquran dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Alquran dan sunnah (hadits) agar tidak sesat.
f.       Menghormati Pewaris Rasul
Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.
g.      Melanjutkan Misi Rasul
Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah Saw.
5.      Akhlak Kepada Ulama
Setelah kita berakhlak kepada Allah, nabi dan orang tua maka wajib kita pula berakhlak kepada guru, ulama, para ustadz karena mereka pula yang mendidik kita sehingga kita memiliki ilmu yang bermanfaat, kita mengenal tauhid, kita mengenal Islam, kita menjadi mulia karena diajar oleh mereka, kita menjadi selamat dunia dan akhirat. Sehingga ada pepatah yang mengatakan dahulukan menghormati guru  setelah menyembah Allah. Maksudnya para guru, para ahli ulama dan ustadz yang mengajar kepada kita untuk mengenal tauhid, mengenal Allah, menjadi kita berakhlak mulia.
Oleh sebab itu, sopanlah kepada mereka sayangilah kepada mereka, berbuat baiklah kepada mereka, terimalah ilmu yang diberikannya, janganlah benci kepada mereka, janganlah benci kepada pelajarannya, ikutilah perintahnya, hafalkanlah pelajarannya, laksanakanlah tugas-tugasnya yang diberikannya baik di sekolah maupun di rumah.
Kalau bertemu ucapkanlah salam kepadanya, cium tangannya, ikuti nasihatnya, ucapkan terima kasih kepadanya, jangan bersikap sombong, membangkang, menentang kepadanya. Kalau guru masuk kelas sambutlah kepadanya dengan berdiri dan mengucapkan selamat kepadanya. Dalam kelas hendaklah duduk dengan rapih dan jangan membuat kegaduhan dalam kelas. Kalau sakit jenguklah dan doakan kesembuhan kepadanya. Janganlah kamu lupa akan kebaikannya selama hidupmu. Rasulullah bersabda Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.
6.      Akhlak Kepada Ulil Amri
Islam mengatur bagaimana seharusnya hubungan di antara rakyat dengan penguasa, agar berjalan dengan harmoni sehingga terbentuk sebuah susunan atau jalinan masyarakat yang diidam-idamkan. Tujuan mulia ini akan terwujid jika hubungan rakyat dan penguasa terjalin dengan sangat baik. Dalil-dalil yang menerangkan usul yang agung ini di antaranya firman Allah Swt dalam Surat An-Nisa’ ayat 59, yaitu:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.[14]
Rasulullah saw. juga bersabda;
 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ ، حَدَّثَنَا يَحْيَى ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي نَافِعٌ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ صَبَّاحٍ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ ، وَلاَ طَاعَةَ
Ibn umar r.a berkata : bersabda nabi saw. : seorang muslim wajib mendengar dan  ta’at pada pemerintahannya, dalam apa yang disetujui atau tidak disetujui, kecuali jika diperintah ma’siyat. Maka apabila disuruh ma’siyat, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib ta’at.. (HR. Bukhari, 4/2955, an-Nasai, 7/4206, Ibnu Majah, 4/2864, Abu Daud 2/2628 )
Sahl bin Abdullah at-Tustari yang telah berkata: “Manusia akan sentiasa berada dalam kebaikan selama mereka menghormati penguasa dan para ulama. Apabila mereka mengagungkan dua golongan ini, Allah akan memperbaiki dunia dan akhirat mereka. Apabila mereka merendahkannya, bererti mereka telah menghancurkan dunia dan akhirat mereka sendiri.” (Tafsir al-Qurthubi, 5/260)
Imam Ibnu Abil Izzi rahimahullah berkata: “Adapun taat kepada penguasa tetap wajib sekalipun mereka zalim, kerana keluar dari ketaatan terhadap mereka akan menimbulkan keburukkan yang banyak melebihi kezaliman mereka. Bahkan sabar di atas kezaliman penguasa adalah penghapus dosa, melipat gandakan pahala, kerana tidaklah Allah menimpakan hal itu kecuali kerana keburukkan perbuatan kita sendiri. Balasan itu setimpal dengan perbuatan. Wajib bagi kita untuk bersunguh-sungguh meminta ampun kepada Allah, taubat dan memperbaiki diri. Maka apabila rakyat ingin membebaskan diri dari kezaliman penguasa hendaklah mereka mengawali dengan meninggalkan perbuatan zalim pada diri mereka sendiri.” (Syarah al-Aqidah at-Thohawiyyah, 2/542).
D.    Kisah-kisah Keteladanan
1.      Rasul-rasul Ulul ‘Azmi
a.      Nabi Nuh a.s
Selama 950 tahun Nabi Nuh a.s menyeru kaumnya bangsa Armenia agar bertauhid kepada Allah swt. Dan meninggalakan berhala-berhala yang mereka sembah. Seruan Nabi Nuh a.s itu disambut dengan cemoohan, ejekan dan hinaan. Semula Nabi Nuh a.s menghadapi mereka dengan penuh sabar dan tabah. Tapi mereka semakin berani dan runyam serta sulit dapat diharapkan mau beriman. Setelah beliau bersama mereka 950 tahun lamanya tidak ada yang mau mengikuti beliau kecuali beberapa orang saja. Allah swt. menjawab dan memenuhi permintaan Nabi Nuh a.s., seraya memerintahkan agar beliau membuat perahu. Setiap orang yang lewat menertawakan dan mengejeknya karena sungguh dianggap lucu membuat perahu ditanah dataran tinggi. Setelah selesai membuat perahu, datanglah azab Allah swt. berupa hujan dan banjir yang bukan alang kepalang serta angin tofan yang dahsyat.
b.      Nabi Ibrahim a.s
Nabi Ibrahim a.s diutus oleh Allah swt. kepada raja Nambrud dan kaumnya di Babilonia negeri Irak untuk menyembah Allah swt. tuhan yang maha Esa. Namun mereka tidak mau menerima ajakan Nabi Ibrahim a.s. dan malah membakarnya karena dianggap telah menghancurkan berhala-berhala yang menjadi sembahan mereka. Singkat cerita, kaumnya tidak mau beriman termasuk ayahnya sendiri, maka Nabi Ibrahi a.s bersama isterinya (Sarah) hijrah ke negeri Kan an Palestina dan menetap disana.
c.       Nabi Musa a.s
Nabi Musa a.s hidup pada masa Fir`aun di Mesir. Menurut tutkang ramal, akan lahir bayi laki-laki dari bangsa yahudi yang akan merobohkan singgasana Fir`aun. Oleh sebab itu, Ibunya meletakan Musa a.s kedalam peti lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Setelah dewasa nabi Musa a.s Nampak cerdas dan tangkas, serta memperhatikan orang-orang yang lemah.
d.      Nabi Isa a.s
Nabi Isa a.s adalah utusan Allah swt. kepada Bani Israil. Beliau lahir tanpa ayah, ibinya bernama Maryam. Siti Maryam adalah seorang yang suci dan bersih dari perbuatan maksiat. Kelahiran putranya Isa a.s semata-mata kehendak dan kekuasaan Allah swt. semata. Setelah kelahiran putranya Siti Maryam difitnah dan didakwa melakukan serong. Dengan serta merta bayi yang baru lahir itu dapat berbicara dengan izin Allah swt. menjawab fitnah orang kepada ibunya itu. Untuk menghindari kekejaman Hiridus, raja Syam (Palestina) yang kejam, maka beliau bersama ibunya dan pengikutnya diam di Mesir selama 12 tahun dan baru kembali ke kampong halamannya setelah Hidrus Mangkat. Sekembalinya dari Mesir itu, Isa a.s mulai menekuni ilmu pengetahuan, hikmah dan agama. Baru setelah berumur 30 tahun beliau diangkat menjadi rasul dan beliau mnrima wahyu berupa kitab Injil.
e.       Nabi Muhammad s.a.w
Sejak masih kanak-kanak, beliau di pelihara oleh Allah swt. dari berbagai perbuatan tercela dan hatinya dibersihkan dari sifat-sifat yang kotor, seraya beliau di isi dengan sifat-sifat terpuji dan senantiasa berada dalam tuntunan Allah swt. selama hidupnya. Karenanya pribadinya benar-benar mulia dan terpuji, beliau biasa menepati janji, sabar menghadapi semua segi kehidupan ini, pemaaf terhadap orang yang bermula menyakiti beliau, jujur, ikhlas, sederhana hidupnya, penyantun, lemah-lembut, mencintai si miskin dan si lemah, rajin bekerja, tekun beribadah, pandai bergaul, tanpa membeda-bedakan antar yang satu dengan yang lainnya dan tentu banyak lagi sifat-sifat terpuji yang menghiasi pribadi beliau yang mengagumkan itu.
2.      Sahabat Besar
a.      Zaid bin Tsabit
Zaid bin Tsabit adalah kaum Ansor, berasal dari Madinah. Ketika Rasulullah saw. Hijrah dari Makkah ke Madinah, zaid baru berusia 11 tahun dan masuk islam beserta keluarganya. Keutamaannya adalah ia seorang penulis wahyu, rajin menghafal wahyu dan penulis surat-surat Rasul. Zaid juga mempunyai hasrat untuk ikut serta dalam kancah peperangan melawan kaum Musyrik.
b.      Abu Zar Al-Gifari
Abu Zar adalah termasuk sahabat nabi yang gigih menyuarakan keadilan dan hidup sederhana (zuhud). Sosok Abu Zar, hampir sepanjang hidupnya dibaktikan untuk menentang kelaliman dan menegakkan kebenaran. Bila ada suara yang melarang berdakwah, maka suaranya akan lebih bertambah keras. Rosulullah saw. sendiri pernah memuji Abu Zar dengan ucapan “takkan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih tegar ucapannya dari Abu Zar”.
c.       Hamzah bin Abdul Muthalib
Hamzah adalah paman sekaligus saudara sesusu nabi Muhammad saw. Dua anak ini dibesarkan bersama dan selalu bermain bersama-sama pula. Mereka seperti layaknya saudara kandung. Namun sewaktu muda, mereka menempuh jalan sendiri-sendiri. Hamzah merintis jalan untuk memperoleh kedudukan disamping para pembesar Makkah dan pemimpin Quraisy. Sementara Nabi Muhammad saw. Masih tetap menuruti bisikan hati menghindari dari bisingnya kehidupan kota. Meskipun dua anak muda ini karir politiknya bertolak arah, akan tetapi ikatan keluarga mereka sangat kuat. Hamzah adalah orang yang pertama memimpin perang Sariyah (angkatan bersenjata tanpa disertai nabi). Semenjak masuk islam ia bernadzar membaktikan segala keperwiraan, kesehatan dan hidupnya untuk Allah swt. dan islam. Ia di beri gelar oleh Nabi sebagai “Singa Allah dan Rasul-Nya”. Gelar “singa” pantas disandangnya karena sebelum masuk islam dialah orang yang selalu membela Nabi saw. Yang sudah dikenalnya semenjak kecil. Setelah masuk islam kbraniannya luar biasa di medan laga. Setiap kepala yang ada di kiri-kanannya selalu di tebas dengan pedangnya termasuk Abu Jahal.
3.      Wali Sanga
Para Wali itu sebagai penganjur Islam bersikap dan bertindak amat cermat dan bijaksana, sehingga pada umumnya masyarakat menerima seruan mereka dengan suka rela. Seperti Maulana Malik Ibrahim yang dikenal sebagai pendiri pondok pesantren di jawa, dalam pergaulannya dengan masyarakat amat ramah, rendah hati, amanah dan berbudi bahasa yang luhur. Landasan masyarakat islam di jawa yang telah dirintis beliau itu dilanjutkan oleh Raden Rahmat atau sunan ampel, beliau mendirikan pesantren di Ampel (Surabaya). Alumni pesantren Ampel ada yang menjadi tokoh agama dan ada pula yang menjadi tokoh agama, seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Maulana Ishak yang menyebarkan Islam di daerah Blambangan dan Raden Patah yang menjadi sultan pertama kerajaan Bentara Demak.
Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putera Sunan Ampel. Sunan Bonang memulai usahanya dengan mendirikan pesantren sebagai pusat kegiatannya di daerah Tuban (Jawa Timur). Beliau juga menggunakan gending-gending Jawa sebagai sarana dakwah dan dianggap sebagai pencipta Gending Dharma. Sedangkan Sunan Drajat dikenal sebagai seorang yang dermawan, beliau suka menolong anak-anak yatim piatu, anak-anak terlantar, para fakir miskin dan orang-orang yang ditimpa musibah.
Sunan Giri adalah putera Maulana Ishak, penganjur islam di Blambangan. Keistimewaan Sunan Giri adalah dapatmengutus murid-muridnya keluar jawa untuk menyebarkan islam. Dintara para Wali itu ada pula yang menonjol ilmu agamanya, melebihi yang lain, yaitu Sunan Kudus yang diberi gelar dengan ‘Waliyyul `ilmi’, beliau ahli Fiqih, Tauhid, Manthik, Sastra dan mendalami Sunnah. Ada pula yang dikenal sebagai filosof dan puajngga yaitu Sunan Kalijaga.
Berbeda dengan para wali yang lain, Fatahillah atau Sunan Gunung Jati. Beliau ahli agama dan dikenal sebagai pangliama  perang. Beliau dapat menguasai dan mengislamkan Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon serta dapat mengusir Portugis dari Sunda kelapa.
4.      Pahlawan Bangsa
Salah satu pahlawan bangsa yang dapat kita ambil sebagai contoh adalah Raden Ajeng Kartini. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh atau suami sendiri, dan lain sebagainya. Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.  Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma. Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon. Kartini tidak pernah mengajarkan emansipasi wanita yang didefinisikan sebagai wanita harus keluar berkarier menjadi pesaing para pria di berbagai lapangan kehidupan, untuk kemudian membiarkan anak-anak dan rumah-tangganya terbengkelai. “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” (Surat kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902). Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional. Artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional.
5.      Akhlak Kepada Sesama Manusia
-          Memelihara perasaan umum. Masyarakat yang telah terjalin lama akan memiliki nilai-nilai yang secara umum diakui sebagai kepatutan dan ketidakpatutan. Setiap individu hendaknya menjaga diri dari melakukan sesuatu yang dapat melukai perasaan umum, meski perbuatan itu sendiri halal, misalnya berpesta di tengah kemiskinan masyarakat, memamerkan kemewahan di tengah masa krisis ekonomi, menunjukkan arogansi kekuasaan di tengah masyarakat yang lemah, menyelenggarakan kegiatan demontratif yang mengganggu kekhustyu'an orang beribadah, dan sebagainya.
-          Berperilaku disiplin dalam urusan publik. Disiplin adalah mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemestiannya, menyangkut waktu, biaya, dan prosedur. Seorang yang disiplin, datang dan pulang kerja sesuai dengan jadwal kerja, membayar atau memungut bayaran sesuai dengan tarifnya, menempuh jalur urusan sesuai dengan prosedurnya. Pelanggaran kepada disiplin, misalnya' menyuap atau menerima suap, meski dirasa ringan secara ekonomi, tetapi bayarannya adalah rusaknya tatanan dan sistem kerja. Demikian juga nepotisme dalam menggolkan urusan, meski tidak terbukti secara administratip, tetapi sebenarnya merusak aturan main, yang pada gilirannya akan menjadi bom waktu. Korupsi waktu sebenarnya juga suatu perbuatan yang merugikan orang lain, meski tak diketahui secara pasti siapa yang dirugikan. Mark up atau manipulasi biaya/kualitas dari suatu proyek pelayanan publik pada dasarnya merupakan perbuatan penghancuran terhadap masa depan generasi.
-          Memberi kontribusi secara optimal sesuai dengan tugasnya. Ulama dan cendekiawan menyumbangkan ilmunya, Pemimpin (umara) mengedepankan keadilan dan tanggungjawab(amanah), pengusaha mengutamakan kejujuran, orang kaya mengoptimalkan infaq dan sedekah, orang miskin mengutamakan keuletan, kesabaran dan doa, politisi memelihara kesantunan dan kelompok profesional mengedepankan profesionalitasnya.
-          Amar makruf nahi munkar. Setiap anggota masyarakat harus memiliki kepedulian terhadap hal-hal yang potensil merusak masyarakat, oleh karena itu mereka harus aktip menganjurkan perbuatan baik yang nyata-nyata telah ditinggalkan masyarakat dan mencegah perbuatan buruk yang dilakukan secara terang terangan oleh sekelompok anggota masyarakat.
6.      Hak dan Kewajiban Warga Negara
Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari. Hak diartikan sebagai sesuatu yang dimiliki, kepunyaan, dan kebenaran. Sedangkan kewajiban dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus dilakukan, dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia atas tingkah laku atau perbuatan. Kesadaran tersebut tergantung pada status dan peranan si pemilik tanggung jawab. Salah satunya, hak atau kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat sangat penting dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi akan berkembang bila warga negara dapat menggunakan hak berpendapat tanpa rasa takut. Setiap warga negara memiliki berbagai kewajiban yang harus dipenuhi kepada negaranya seperti yang telah termakhtub dalam Pembukaan UUD 1945 aliniea 4, namun di saat yang sama, warga negara juga memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh negara. Jika dilihat dari dua paradigma yang terpisah, maka warga negara memiliki hak dan kewajiban kepada negaranya, sementara di sisi lain negara memiliki tugas dan tanggung jawab kepada warganya. Negara dan warganya adalah dua hal yang selalu terkait dan tidak mungkin dipisahkan. Tanpa ada negara tidak mungkin ada warga, dan tanpa warga tidak mungkin juga suatu negara dapat berdiri. Keduanya memiliki hubungan timbal balik dimana dalam menghadapi permasalahan yang multidimensional, Negara memerlukan partisipasi politik warga negara sebagai kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan negara. Melalui hubungan kerja sama tersebut, penyelenggaraan negraa dapat terarah pada cita-cita bersama sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
7.      Kisah Orang Durhaka
Sepenggal kisah yang dapat kita ambil yaitu:
Seorang anak berlaku kasar kepada ibunya. Dia tidak hanya suka teriak-teriak di wajahnya, akan tetapi suka mencaci dan memakinya. Ibunya yang telah tua, seringkali berdoa kepada Allah ta’ala agar Allah meringankan kekerasan dan kekejaman anaknya. Dia menjadikan ibunya sebagai pembantu yang membantu dan mengurusi segala kebutuhannya, sedangkan ibunya sendiri tidak membutuhkan pengurusan dan bantuannya. Betapa sering air matanya mengalir di kedua pipinya, berdoa kepada Allah ta’ala agar memperbaiki belahan hatinya dan memberikan hidayah kepada hatinya. Pada suatu hari dia menemui ibunya dengan raut wajah kejahatan yang terlihat dari kedua matanya. Dia berteriak-teriak di wajah ibunya, “Apakah ibu belum menyiapkan makanan juga?” Dengan segera ibunya mempersiapkan dan menghidangkan makanan untuknya. Akan tetapi tatkala dia melihat makanan yang tidak dia suka, maka dia melemparnya ke tanah. Dia marah dan berucap, “Sungguh, aku kena musibah dengan wanita yang sudah tua renta, aku tidak tahu, kapan aku bisa berlepas diri darinya.” Ibunya menangis seraya berkata, “Wahai anakku, takutlah kamu kepada Allah terhadapku. Tidakkah kamu takut kepada Allah? Tidakkah kamu takut akan murka dan kemarahanNya?” Karena mendengar kata-kata ibunya, maka kemarahannya pun memuncak, dia memegang baju ibunya dan mengangkatnya. Dia mengguncang-guncang ibunya dengan kuat seraya menghardik, “Dengar, aku tidak mau dinasihati. Bukan aku yang mesti dibilang harus bertakwa kepada Allah.” Lalu dia melempar ibunya. Ibunya jatuh tersungkur. Tangisnya bercampur dengan tawa anaknya yang penuh dengan kepongahan seraya mengatakan, “Ibu pasti akan mendoakan kecelakaan bagiku. Ibu mengira Allah akan mengabulkannya.” Kemudian dia keluar rumah sambil mengolok-olok ibunya. Sementara sang ibu, dia berlinangan air mata kesedihan, menangis siang dan malam tiada henti. Adapun anaknya, dia lalu menaiki mobilnya. Bergembira dan bersuka cita sambil mendengarkan musik. Dia kencangkan volume tapenya. Dia lupa akan apa yang telah dia perbuat terhadap ibunya yang malang. Dia meninggalkan ibunya dalam keadaan bersedih hati sendirian, hatinya menelan rasa sakit, mengalami kesedihan yang sangat mendalam. Dia punya acara ke luar kota. Tatkala mobilnya melaju di jalan raya dengan kecepatan membabi buta, tiba-tiba ada seekor unta berada di tengah jalan. Dia terguncang dan kehilangan keseimbangan. Dia mencoba untuk menguasai keadaan, akan tetapi tidak ada jalan keluar dari takdir. Dalam kecelakaan itu, ada potongan besi mobil yang masuk ke dalam perutnya, akan tetapi dia tidak langsung tewas. Allah ta’ala menangguhkan kematiannya. Dia berpindah dari operasi satu ke operasi yang lain, hingga akhirnya terbaring di tempat tidur, tidak bisa bergerak sama sekali.[15]
8.      Akhlak Terhadap Lingkungan
Akhlak kepada alam lingkungan antara lain:
-          Tidak mengekspoitasi sumber daya alam secara berlebihan yang berpotensi merusak tatanan siklus alamiah.
-          Tidak membuang limbah secara sembarangan yang dapat merusak lingkungan alam.
-          Secara lebih detail dan individual, agama misalnya melarang binatang atau di bawah pohon yang rindang (karena membuat tidak nyaman orang yang bernaung dibawahnya).




KESIMPULAN

Aqidah akhlak yaitu sub-mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang membahas ajaran agama Islam dalam segi aqidah dan akhlak. Akhlak menurut linguistik bahasa Arab ialah bentuk jamak daripada Khulq dan berarti ciri-ciri watak seseorang (The Traits of Man’s Moral Character), tetapi dalam arti agama, akhlak ialah sesuatu daya positif dan aktif dalam bentuk prilaku atau perbuatan.
Akhlak diartikan sebagai hal-hal berkaitan dengan sikap, perilaku dan sifat-sifat manusia dalam berinteraksi dengan dirinya, dengan sasarannya, dengan makhluk-makhluk lain dan dengan Tuhannya. Suatu keadaan yang melihat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan dan penelitian.
Pendidikan akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantanga manusia dalam sepanjag sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam al-qur’an seperti kaum ‘Ad, Samud, madyan, dan Saba maupun yang didapat dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuk apabila akhlaknya rusah.
Aqidah dan Akhlak merupakan dasar yang utama dalam pembentukan kepribadian manusia yang seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya kepribadian berakhlak merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan kepribadian secara keseluruhan.








DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Adib Al Arif, Akidah Akhlak , (Semarang : Aneka Ilmu,2009)
A. Wahid Sy, Akidah Akhlak II, ( Bandung : ARMICO, 2009 )
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994)
Dewan Dakwah Islamiyah, Alqur’an dan Terjemahan, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjeman Pentafsir Alqur’an, 1971)
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, (Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2011)
Ghalib, Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga, (Jakarta: Pustaka Darul Haq, 2003)
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991)
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2010)
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2006)
Muhammad Abul Quasem, Etika Al-Ghazali, (Bandung : PUSTAKA, 1988)
Sayyid Muhammad Nuh, Mengobati Tujuh Penyakit Hati, (Bandung : Mizan Pustaka, 2004)
Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern, (Solo: Era Intermedia, 2004)



[1] Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern, (Solo: Era Intermedia, 2004), hlm. 13
[2] Dewan Dakwah Islamiyah, Alqur’an dan Terjemahan, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjeman Pentafsir Alqur’an, 1971), hlm. 132
[3] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 354-355
[4] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 88
[5] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, (Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2011), hlm. 21-22
[6] Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 206
[7] Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern, hlm. 20
[8] Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), hlm 26
[9] Muhammad Abul Quasem, Etika Al-Ghazali, (Bandung : PUSTAKA, 1988), hlm. 113
[10] Sayyid Muhammad Nuh, Mengobati Tujuh Penyakit Hati, (Bandung : Mizan Pustaka,2004), hlm 72
[11] Ahmad Adib Al Arif, Akidah Akhlak , (Semarang : Aneka Ilmu,2009), hlm 98
[12] A. Wahid Sy, Akidah Akhlak II, ( Bandung : ARMICO, 2009 ), Cet. 1 hlm 27-39
[13] Ibid., hlm. 85-94
[14] Dewan Dakwah Islamiyah, Alqur’an dan Terjemahan, hlm. 128
[15] Ghalib, Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga, (Jakarta: Pustaka Darul Haq, 2003), hlm 45-48